Minggu, Desember 18, 2011

Sahabat, Napoleon Hill, pengarang AS, mengatakan: "Suatu usaha akan memberikan hasil maksimalnya setelah seseorang yang melakukannya menolak untuk menyerah." Kita wajib berusaha keras dalam meraih cita-cita, karena hanya dengan cara demikian maka kita benar-benar dapat mengatakan itulah hasil yang paling maksimal yg kita dapatkan

Sahabat. Sebuah kata bijak mengatakan : "Rubba syahwatin sa'atan aurotsa huznan thowiilan." (Seringkali keinginan2 dan nafsu2 sesaat berakibat kesedihan atau penyesalan tak putus2nya). Sebuah peringatan agar selalu berfikir matang sebelum bertindak. Dan hendaknya tidak hanya karena dorongan nafsu angkara.

Memaknai Akhlak Mulia

Melihat berbagai fenomena mafia kejahatan yang terjadi disetiap sudut negeri ini membuat para pemerhati pendidikan mengurutkan dada seraya bertanya, apa yang terjadi dengan negeri ini? Apa yang salah dengan negeri ini? Kenapa gampang sekali orang berbuat kejahatan tanpa merasa bersalah? Apakah mereka tidak tahu bahwa setiap kejahatan itu adalah salah? Apakah mereka juga tidak tahu bagaimana cara mengikuti jalan yang benar?
Dilihat dari latarbelakang pendidikan, para pelaku mafia kejahatan (baca: Koruptor) bukanlah orang yang tidak berpendidikan. Terbukti gelar gelar mentereng mengiringi nama dibelakangnya. Jika kita lacak, maka mereka-mereka adalah jebolan sekolah atau universitas-universitas ternama di negeri ini. Namun kenapa perilakunya tidak lebih dari orang yang tidak berpendidikan. Yang tidak tahu mana itu wilayah kejahatan dan mana itu wilayah kebaikan.
Padahal menurut Imam Ghazali, perilaku kejahatan itu muncul disebabkan karena empat factor. Salah satunya adalah seseorang yang tidak mampu mendefinisikan makna perilaku baik dan buruk. Makna kebaikan baginya telah kabur sehingga keburukanlah yang dianggap baik. Perbuatan dosa dianggap biasa. Dan kejahatan dianggap sebagai pilihan hidup.
Sungguh orang yang pada posisi ini adalah cirri cirri orang yang tidak berpendidikan. Karena ia tidak pernah memahami perilaku kebaikan dan keburukan. Orang yang tidak paham adalah orang yang tidak pernah belajar. Sedangkan orang yang berpendidikan adalah orang yang memahami, mana itu perilaku kebaikan dan mana itu perilaku kejahatan. Karena ia telah belajar akan makna kedua wilayah tersebut, dibangku bangku pendidikannya. Namun kenapa justru orang yang berpendidikan dengan gelar mentereng justru menjadi pelaku kejahatan?


Lalu apa sebenarnya perilaku kebaikan itu?
Dari sudut definisi, beberepa tokoh sudah banyak mendefinisikan tentang makna kebaikan. Namun terjadi silang pendapat diantara mereka. Perbedaan definisi bukanlah sesuatu yang pokok. Karena perbedaan itu muncul disebabkan oleh latarbelakang atau pengalaman yang berbeda yang melingkupi kehidupan mereka.
Namun dalam tulisan ini, penulis tidak berpretensi untuk menjelaskan berbagai pendapat dikalangan ilmuwan yang mendefinisikan tentang makna kebajikan. Penulis cukup mencuplik pendapat dari Imam Ghazali, yang menurut penulis sudah cukup mewakili untuk menjelaskan makna kebaikan. Menurut Imam Ghazali perilaku kebaikan adalah sifat jiwa yang sudah meresap di dalam hati yang daripadanya muncul perbuatan perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pertimbangan proses berpikir terlebih dahulu. Dari definisi ini dapat diambil makna bahwa perilaku baik itu adalah perilaku jiwa yang sudah meresap, yang sudah menjadi kebiasaan. Yang namanya kebiasaan, ia tidaklah melalui sebuah proses rumit dalam diri kita. Tetapi ia telah menjadi. Contoh perilaku dermawan, orang yang disebut dermawan bila ia selalu memberi kepada orang yang membutuhkan dimana saja tanpa proses pertimbangan macam macam dalam pikirannya seperti untung dan ruginya. Bahkan tidak memikirkan apa manfaat dari ia memberi untuk dunia dan akheratnya.
Sebaliknya bila ada orang yang memberi, misalnya seperti pejabat atau calon-calon pemimpin disaat kampanye, yang memberi tetapi masih ada pertimbangan keuntungan secara politik, atau pencitraan, atau pengharapan dukungan pemilihan, maka itu belum dikatakan sebagai orang yang memiliki jiwa dermawan. Tetapi itu adalah perilaku dermawan yang dibuat buat.
Hal yang sama juga kita bisa mengambil dalam perilaku diri kita, bila perilaku-perilaku itu tidak istikomah, dalam bahasa jawa ajeg, kontinyu, maka itu belum meresap dalam jiwa. Ia hanya masih perilaku yang dipaksa, yang belum meresap menjadi kebiasaan sehari hari.

Lalu apa sebenarnya indicator perilaku baik itu?
Setelah kita mengetahui definisi perilaku kebaikan, maka kita perlu mencari indicator dari perilaku kebaikan itu, agar perilaku kebaikan itu menjadi terarah untuk kita lakukan.
Jika kita lacak dalam Hadis Nabi, perilaku baik itu memiliki tiga indikasi yakni Memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu, menyambung hubungan silaturahmi yang memutus hubungan silaturahmi denganmu, dan memaafkan kepada orang yang dzolim kepadamu. Menurut Hasan Basri, perilaku baik itu meliputi tiga hal yakni belas kasih, menahan diri dari menyakiti makhluk, dan suka memberi pertolongan kepada orang lain. Menurut Imam Nawawi, Akhlak Mulia itu adalah Orang yang banyak memiliki rasa malu, tidak menyakiti orang, banyak kebaikannya, jujur, sedikit berbicara, banyak amalnya, sedikit kesalahannya, sedikit berbicara dari bicara yang berlebihan, berbakti kepada kedua orang tua, menjalin silaturahmi, tenang menghadapi kehidupan, banyak sabarnya, banyak rasa syukurnya, lemah lembut, banyak ridlonya, santun, suka menjaga diri dari perbuatan yang tidak pantas, belas kasih, tidak suka melaknat, tidak suka berkata kotor, tidak suka mengadu domba, tidak suka menggunjing, tidak suka tergesa gesa, tidak suka dendam, tidak kikir, tidak suka dengki, suka tersenyum lembut kepada setiap orang, memiliki jiwa social yang tinggi, mencintai teman karena Allah, membenci karena Allah, ridlo karena Allah, dan marah karena Allah. Sedang menurut Syekh Abdul Qodir al Jaelani terdapat 3 hal yang menjadi tanda sifat kemulyaan perilaku yakni sifat dermawan, tawadlu, dan belas kasih kepada sesama. Sedangkan menurut Syekh Junaid al Baghadadi terdapat 4 hal perilaku yang menghantar kepada kemulyaan agung, yakni sabar yang suka memaafkan, tawadlu, dermawan dan kemulyaan perilaku.
Demikian makna perilaku kebaikan yang didefinisikan dan dicontohkan oleh para ulama ulama kita. Sunggu bila kita bisa berlatih menjalankan perilaku perilaku kemulyaan yang didedahkan oleh para ulama tersebut, akan menghantarkan pada kemulyaan derajat disisi Allah. Bahkan Syekh Junadi memberi garansi, walau kita sedikit ilmu dan amal, namun bila bisa melaksanakan ke empat perilaku yang didedahkannya akan menghantarkan kepada kemulyaan agung. Tentu Syekh Junaid atau Ulama lain berani memberi garansi, karena perilaku perilaku yang telah dimaknainya, telah dilaksanakan dengan segenap jiwa, yang menghantarkan kepada kemulyaan sehingga menghantarkan mereka menjadi wali agung. Beliau beliau dalam memaknai ilmu tidak sekedar intertainment intelektual an sich, atau Intertainment Tasawuf an sich. Tetapi benar benar telah menjadi. Semoga menjadi bahan renungan dalam memaknai kebajikan.

Ditulis oleh
Muhammad Isno El Kayyis, S.Pd.I,

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*