Rabu, Juni 09, 2010

Pencuri Berbaju Taqwa

Barangkali anda akan terkejut dengan kejadian yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Karena dalam kejadian ini, saya terkecoh dengan penampilan, penampilan seorang Musholi. Kejadiannya begini, suatu hari saya melaksanakan sholat Jumat. Kebetulan Masjidnya di depan rumah saya. Sehabis sholat Jumat, saya bersegera pulang. Setelah beberapa langkah menuju rumah, ternyata saya berdesak-desakkan dengan jamaah lainnya. Kebetulan di samping rumah dijadikan parkir oleh jamaah-jamaah lainnya. Namun betapa terkejutnya saya, manakala saya melihat ada orang yang mengambil sepedanya, tetepi bersamaan itu pula dia dengan cepatnya mengambil jambu yang tepat ada disamping rumah. Tanpa permisi dan tanpa melihat, apakah ada pemilik rumah ataukah tidak, dengan seenaknya dia mengambil dan memakannya. Yang membuat miris, bukan dia mencuri jambu saya, tetapi ia mencuri pakai KOPYAH DAN BAJU TAQWA.
Kejadian ini mengingatkan saya pada beberapa kejadian sewaktu menjadi salah satu takmir Masjid ULUL ALBAB Surabaya. Banyak orang yang sering kehilangan. Ada sandal, HP, dompet, tas, buku, arloji, dll. Dan tentu saya menjadi bingung, kira-kira siapa yang menjadi pencurinya? Karena semua yang ke Masjid berseragam keshalehan. Tentu ada yang berjilbab dan baju koko. Wallahualam.
Kejadian yang sama juga, sewaktu ada kegiatan jamiul jawamik, perkumpulan sholawat Ishari dari seluruh penjuru di depan rumah. Eh ternyata pagi harinya, salah satu sandal saya ada yang hilang.
Begitupun dengan cerita paman saya, sewaktu mengikuti perkumpulan tarikat Naqsabandi di Jombang. Beliau pernah mengatakan tahu benar, ada copet di depannya. Dan anehnya pencopet itu itu memakai kopyah putih dan bisa WIRIDAN.
Wekekekekkekekekk.
Bukankah kejadian-kejadian ini sama dengan beberapa kejadian di beberapa Masjid-masjid lainnya? Kehilangan sandal terutama menjadi persoalan yang belum terselesaikan, dan pencurinya? Juga sulit diidentifikasi.
Pernah suatu saat, ada pencuri sandal yang tertangkap. Dia gebukki oleh Mahasiswa yang kebutulan ada di sekitar Masjid. Kemudian dia dibawa dan diinterograsi ke SATPAM. Aduh model pencurinya???? Bisa ditebak.
Kejadian ini juga sama dengan anekdot kisah orang Madura, yang tertangkap oleh Polisi karena mencuri sandal. Sang Polisi kemudian tanya, “ Hai Pencuri, kamu itu sholat Kok mencuri? Alasanmu apa sehingga kamu berani mencuri?” Sang pencuri kemudian menjawab “ Sholat itu kan tabungan untuk ke akherat, sedangan saya mencuri untuk tabungan dunia”. Glodak.
Mungkin logika ini, hampir sama dengan kebanyakan logika banyak orang. Urusan dunia ya dunia, urusan akherat ya akherat. Padahal keduanya saling berkait kelindan satu sama lainnya. Urusan dunianya baik maka akan baik pula di akherat. Sebagaimana doa Sapu Jagad. Fi dunnya hasanah wa fil akherat hasanah.
Mencuri ya mencuri, teler ya teler, maksiat ya maksiat, kalau mau sholat ya sholat....dll. mungkin begitu kali logikanya.
Ada sebuah sindiran dari Kyai Zainuddin, kebanyakan kita ini sering mengatakan “Saya ini orang Islam, tetapi saya juga pegawai Pajak, makanya saya korupsi. Saya ini orang Islam, tetapi saya ini polisi, DPR, HAKIM, Jaksa, jadi saya ya..............” kenapa ndak di rubah dengan mengatakan “ Saya ini pegawai Pajak, tetapi saya juga orang Islam jadi haram hukumnya korupsi. Saya ini Polisi, DPR, HAKIM, Jaksa, tetapi saya juga orang Islam jadi haram hukumnya untuk korupsi, mempermainkan hukum, membodohi rakyat, berbuat dosa dan maksiat” Saya ini Kyai, Ustad, takmir ............tetapi saya orang Islam, Jadi??????
Kita memang perlu men Set Up cara berpikir kita dari keterputusan dunia dan akherat. Dampak sekecil apapun yang kita perbuat di dunia ini akan berdampak di akherat. Sekecil apapun itu. Ibarat anda melempar di air yang tenang, meskipun anda melempar dengan krikil kecil pasti air itu akan bergelombang. Artinya ada dampak dari perbuatan walau kecil sekalipun. Termasuk urusan dunia dan akherat tadi. Termasuk juga urusan perbuatan buruk dan baik.

Menyongsong Pendidikan Berbasis Karakter

Kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk menerapkan pendidikan berbasis karakter patut di dukung oleh semua pihak. Karena kebijakan tersebut sangatlah urgen diterapkan dalam mengatasi krisis moral yang melanda bangsa Indonesia. Sudah terlalu banyak kita menyaksikan bagaimana siswa-siswa yang duduk dibangku sekolah, melakukan tindakan-tindakan yang mengarah ke karakter menyimpang. Tawuran antar pelajar, sex bebas, tindak kriminal, penipuan, pencurian, dan lain sebagainya, seakan telah menyatu menjadi karakter yang melekat dalam kepribadian. Lalu siapakah yang perlu dipersalahkan? Apakah memang sekolah mengajarkan tindak kriminal? Jika tidak, kenapa karakter anak didiknya menyimpang?
Kemajuan yang diperoleh oleh bangsa ini, tidak diiringi dengan kemantapan kepribadian. Ukuran-ukuran keberhasilan dan kebahagiaan diukur dari material an sich. Sehingga nilai-nilai spiritual dihiraukan, padahal nilai-nilai spiritual tersebutlah yang berfungsi dalam mengendalikan dan memelihara akhlak manusia. Anehnya pola dan tujuan dalam pendidikan kita mengarah ke sana. Ukuran keberhasilan dalam pendidikan diukur dari nilai-nilai material yang berupa angka-angka. Seakan pendidikan kita ini hanya berfungsi untuk mencetak angka-angka. Sehingga nilai kejujuran, keadilan, kerjasama dan lain sebagainya tidak menjadi budaya atau karakter yang melekat. Siswa-siswa diajarkan dan dirangsang hanya mengejar prestasi dengan mengabaikan nilai-nilai tersebut. Sehingga tidak aneh siswa hanya akan menguasai untuk menjadi ahli MAFIA (Matematika, Fisika dan Kimia) saja.
Menerapkan Pendidikan Berbasis Karakter
Bagaimanakah menerapkan pendidikan berbasis karakter dalam ranah kurikulum pendidikan kita? Pertanyaan inilah yang menjadi PR bagi kita semua untuk menjawabnya. Karena persoalan menerapkan atau menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sering kita bahasakan karakter bangsa itu sangatlah sulit. Di era Suharto, penerapan nilai-nilai Pancasila dengan menggunakan indoktrinasi ternyata, kalau boleh dibilang, telah gagal dalam membentuk bangsa kita. Tidak tanggung-tanggung pula, tokoh penemu SQ, Daniel Goleman dalam bukunya Working with Emotional Intelegence, mengakui bahwa dalam menerapkan dan menginternalkan nilai-nilai spiritual itu sangat sulit. Terbukti dari pertanyaan besarnya “Lalu bagaimanakah membentuknya?”
Menarik sekali apa yang diungkap oleh Ary Ginanjar dalam bukunya “ESQ Power”, bahwa banyak perusahan-perusahan besar dunia juga berusaha membentuk karakter karyawan-karyawannya dengan mengikutkan pada training-training. Namun terbukti juga gagal membentuk karakter karyawannya. Menurut Ary, itu disebabkan tidak adanya internalisasi yang melekat yang terus menerus dilakukan. Ary mencontohkan, di Jepang ada perusahaan yang dalam membentuk karakter karyawannya, dengan mengulang-ngulang 7 prinsip perusahannya sebelum mereka bekerja. Ke tujuh prinsip tersebut sederhananya, berbakti dan memberi, jujur dan terpercaya, adil, kerjasama atau bersatu, berjuang atau bersikap teguh, ramah atau penyayang, bersyukur dan berterimakasih. Dan terbukti perusahaan tersebut, mampu menginternalisasikan nilai-nilai. Di Jepang, membentuk karakter tidak dengan menuliskan nilai-nilai itu besar-besar pada dinding-dinding sebagaimana lembaga-lembaga kita melakukannya, namun mereka secara konsinten menerapkan Repetitive Magic Power setiap hari.
Lalu bagaimanakah dengan pendidikan kita? Sebenarnya sudah banyak hal yang dilakukan lembaga pendidikan kita untuk usaha membentuk karakter siswa. Muatan-muatan materi dalam PKN yang berlandaskan budi pekerti serta pelajaran Agama yang berbasiskan Akhlak Mulia telah menjadi alternatif dalam mengukur dan meningkatkan karakter siswa. Tetapi dalam realitasnya belum menampakkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan karakter siswa. Begitupun dengan berbagai kebijakan-kebijakan, misalnya menuliskan kalimat-kalimat hikmah di dinding-dinding, melaksanakan istighosah, dan lain sebagainya. Lalu dimanakah pendidikan berbasis karakter ditempatkan?
Adalah menarik apa yang ditulis oleh Kenneth T Henson tentang kurikulum. Dia memahami kurikulum secara holistik. Dia bagi kurikulum menjadi dua, pertama the written curriculum, dan the hidden curriculum. The written curriculum adalah kurikulum sebagaimana yang telah ditulis secara nasional. Sedangkan the hidden curriculum, adalah kurikulum yang tidak tertulis. Glatthorn membagi the hidden curriculum terdiri dari tiga hal : variabel organisasi, variabel sistem sosial dan variabel budaya. Ketiga variabel tersebut adalah kurikulum yang tidak tertulis yang akan menentukan karakter suatu sekolah. Bisa jadi kurikulum sama namun karakter yang dihasilkan suatu sekolah dengan sekolah lain berbeda. Itulah kekuatan the hidden curriculum. Karenanya sekolah harusnya menguatkan the hidden curriculum disamping the written curriculum. Di sinilah sekolah bermain untuk membentuk karakter orang-orang di dalamnya, termasuk siswa diantaranya. Jika lingkungan sekolah mendukung dalam pembentukan karakter tentu dengan sendirinya siswa yang berada di sana akan terbentuk karakternya. Namun jawaban ini hanya penulis batasi di ranah sekolah saja.
Yang menjadi persoalan, pengambil kebijakan dan komponen-komponennya belum istikomah dalam menerapkan kultur di sekolah. Misalnya saja, di suatu sekolah menerapkan kedisiplinan, namun anehnya guru atau pengambil kebijakan seringkali melanggarnya. Sehingga siswa di dalamnya mengalami ke frustasian karena adanya standar ganda. Di sinilah kultur atau kepribadian siswa tidak akan terbentuk. Bukankah sesuatu yang dinamakan karakter itu adalah suatu gerakan yang simultan? Sebagaimana Al-Ghazali menegaskan karakter (baca: Akhlak) adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan degan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Jadi jika karakter atau perbuatan yang berubah-rubah dari suatu kebijakan atau perilaku guru atau komponen dalam suatu sistem, maka tidak akan bisa membentuk karakter anak didik. Guru perlu istikomah dalam menerapkan karakter dalam dirinya dan mencontohkannya dalam kehidupan bersama siswanya. Tentu seluruh komponen di dalamnya. Sehingga siswa atau komponen pendidikan memiliki contoh yang akan membentuk kebiasaan dan kebiasaan yang terus menerus itulah yang dinamakan karakter.
Memelihara Karakter dalam Pendidikan
Menurut J.B Watson bahwa dorongan tercipta dari luar bukannya dari dalam. Artinya karakter itu terbentuk dari stimulus dari lingkungan yang melingkupinya. Jika siswa berada dalam lingkungan yang baik maka dia akan menjadi baik. Jika siswa ada di lingkungan buruk maka dia akan berubah menjadi buruk. Karenanya dalam membentuk siswa diperlukan penyediaan-penyediaan lingkungan yang baik agar stimulus atau pembentukan karakter itu akan bisa dilakukan. Namun teori ini mendapatkan bantahan dari para pakar-pakar psikologi. Karena tidak selamanya karakter itu terbentuk dari lingkungan. Ada orang yang ada dilingkungan miskin belum tentu dia akan menjadi miskin. Terbukti banyak tokoh-tokoh besar lahir dalam lingkungan miskin.
Ary Ginanjar justru mengatakan, bahwa pengaruh yang besar itu bukannya ada di luar namun ada dari dalam. Sebagaimana penemuan V.S Ramachandran, Michael Persinger, dan Wolf Singer yang mengatakan bahwa aktualisasi manusia itu karena ada dorongan yang sudah built in dari dalam manusia. Sesuatu yang built in ini, kalau dalam konsep teologi Islam dinamakan dengan percikan asmaul husna dalam qolbu setiap hamba. Seseorang mendamba kasih sayang, kebijaksanaan, kejujuran, kerjasama, keadilan dan lain sebagainya, hakekatnya adalah bentuk dari kerinduan hamba akan sifat-sifat Allah. Ketika orang berada dalam sifat-sifat tersebut maka dia akan memperoleh kebahagiaan. Karena ia senantiasa berada dekat dengan Allah. Orang yang menjauhi sifat-sifat tersebut maka hidupnya justru akan tidak bahagia. Ukurannya di sini, semakin orang mempraktekkan sifat-sifat luhur yang dalam asmaul husna tersebut dia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Lebih hakiki dari nilai-nilai material.
Dalam ranah pendidikan, perlu adanya bentuk kongkret menerapkan karakter-karakter asmaul husna. Tentu dengan menentukan indikator perilaku-perilaku yang disesuaikan dengan visi misi sekolah. Misalnya saja dari sifat Allah Al Qudus (Maha suci) maka bentuk kongkret dalam perbuatan sekolah adalah menjaga kebersihan kelas, kamar mandi, lapangan dan seluruh lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Sehingga disini ada muatan spiritual seseorang dalam berbuat. Tiap komponen akan merasa bahwa perbuatan yang mereka lakukan bernuansa ibadah. Dan ibadah yang dilakukan itu berpahala.
Harapan baru
Sebagai pelaku pendidikan, tentu penulis sangat menunggu kebijakan yang lebih memiliki dampak yang signifikan dalam mendidik siswa. Pendidikan dengan berbasiskan karakter harus dilakukan dengan baik dari dalam maupun dari luar, sebagaimana ungkapan Watson maupun Ary Ginanjar. Tentu perlu adanya keseriusan bersama-sama. Jangan hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah atau guru-guru yang selama ini dianggap sebagai penjaga moral saja, namun perlu dukungan semua pihak. Dan terlebih lagi tujuan yang mulia ini jangan hanya dijadikan sebagai proyek dengan memperbanyak seminar, workshop, diklat, tetapi tanpa aplikasi nyata. Karena ini sebenarnya lebih besar dari proyek-proyek tersebut. Ini adalah proyek dunia dan akherat dan yang akan menentukan arah kepribadian bangsa kita ke depan. Sehingga torehan dan perbuatan yang kita lakukan akan menjadi amal jariyah yang amaliah kita akan dikirimi pahala yang mengalir terus menerus, karena apa yang kita lakukan menjadi pedoman bagi seluruh generasi kita. Sampai kelak mereka meninggalkan dunia ini. Amin. Semoga?



.

Selasa, Juni 08, 2010

Doa Yang Baik

Doa yang baik untuk dimunajatkan kepada Allah adalah doa yang didalamnya ada semangat untuk menggapai apa yang dituntut Alloh kepada manusia, bukannya doa yang menuntut untuk memuaskan hasrat dan nafsu manusia.
Doa yang sesuai dengan tuntutan Allah, hendaknya para pendoa berdoa agar
1. Diberi kekuatan iman
2. Diberi qolbu yang bercahaya
3. Ilmu yang bermanfaat
4. Selamat dunia dan Akherat
5. Hidup yang berkah
Sedangkan doa yang menuruti nafsu manusia adalah
1. Ingin kaya
2. Ingin terkenal
3. Ingin dipuji
4. Ingin di perhatikan
5. dll

Doa Ibnu Atho'

Ilahi, Sungguh tiada pantas aku memandang kebaikanku dihadapanMU dengan amal sholeh yang aku sujudkan kepada-MU. Sedangkan amal sholeh yang aku persembahkan masih terselib dengan Riya dan Ujub yang halus

Manusia Terbagi Menjadi Empat dilihat dari sudut Akhlakknya

1. Ada orang yang baik tetapi masih mengakui kejelekan dirinya
2. Orang yang berperilaku jelek namun mengakui bahwa perbuatannya itu jelek
3. Orang yang baik tetapi mengakui kebaikannya
4. Orang yang jelek tetapi menganggap perbuatannya itu baik.

Selasa, Juni 01, 2010

Sholawat Syekh Abu Nuwas

Wahai Tuhanku
Aku bukan orang yang pantas
tinggal di surgaMu
Tetapi aku juga tak sanggup
di neraku-Mu
anugerahi aku kemampuan
kembali kepada-Mu
Dan ampunilah dosa-dosaku
Karena hanya Engkaulah
Satu-satunya yang bisa
memberi ampun
dosa-dosa besar
Dosa-dosaku
bak jumlah butir pasir di bumi
Anugerahi aku kemampuan
kembali kepada-Mu
Wahai Yang Maha Agung
Umurku berkurang setiap hari
Tetapi dosa-dosaku
bertambah-tambah saja
Bagaimana aku sanggup menanggungnya
Wahai Tuhanku
HambaMu yang berdosa
telah datang telah datang
Mengakui begitu banyak dosa
Dan ia telah sungguh-sungguh
memintaMu
Bila Engkau mengampuniku
Karena hanya Engkaulah yang bisa
mengampuni
Tetapi bila Engkau menolakku
Kepada siapa lagi aku bisa
berharap

Dawuh Ibnu Atho'

Seyogyanya tertundanya pemberian sesudah engkau mengulang-ulang permintaan kepada Tuhan, tidak membuatmu patah hati atau putus asa. Dia menjamin pengabulan permintaanmu sesuai dengan apa yang Dia pilih bukan yang kamu pilih, dan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan pada saat yang engkau kehendaki.

Syair Abu Al Atahiyah

Jika orang tak bisa bebaskan jiwanya dari harta
Harta itu pasti akan menjeratnya
Ingatlah hartaku adalah apa yang
sudah aku berikan
Bukan yang aku simpan di rumah
Jika engkau punya harta
Berikan segera kepada yang perlu
Jika tidak, bencana akan
menghancurkannya

Dawuh-dawuhe

Tak Usah temani orang-orang yang tak membangkitkan tingkah lakumu dan kata-katanya tak membimbingmu kepada Tuhan

Dawuhe Ibnu Atho

Sembunyikan wujudmu pada tanah yang tak dikenal sebab sesuatu yang tumbuh dari biji yang tak ditanam tak akan berbuah sempurna

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*