Selasa, November 30, 2010

DOA AWAL TAHUN

Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. yang awal dan ke atas kelebihanMu yang besar dan kemurahanMu yang melimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dariMu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan pembantu-pembantunya dan tentera-tenteranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepadaMu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia.
Wahai Tuhan Yang Maha pengasih dari mereka yang mengasihi dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad. Nabi yang ummi dan ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kesejahteraan ke atas mereka.

Berikut adalah Doa Akhir Tahun

Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, apa yang telah aku lakukan dalam tahun ini daripada perkara-perkara yang Engkau tegah daripada aku melakukannya dan aku belum bertaubat daripadanya. Sedangkan Engkau tidak redha dan tidak melupakannya. Dan aku telah melakukannya di dalam keadaan di mana Engkau berupaya untuk menghukumku, tetapi Engkau mengilhamkanku dengan taubat selepas keberanianku melakukan dosa-dosa itu semuanya. Sesungguhnya aku memohon keampunanMu, maka ampunilah aku. Dan tidaklah aku melakukan yang demikian daripada apa yang Engkau redhainya dan Engkau menjanjikanku dengan pahala atas yang sedemikian itu. Maka aku memohon kepadaMu.
Wahai Tuhan! Wahai yang Maha Pemurah! Wahai Yang Maha Agung dan wahai Yang Maha Mulia agar Engkau menerima taubat itu dariku dan janganlah Engkau menghampakan harapanku kepadaMu Wahai Yang Maha Pemurah. Dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad, ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan mengurniakan kesejahteraan ke atas mereka.

Melacak Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah




A.Asal Muasal Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: العبّاسدين, al-Abbāsidīn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini dimulai dari sebuah gerakan melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada berbagai kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah. Gerakan ini didahului oleh keturunan Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim. Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah Umayah Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffar. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah. (http://blog.ub.ac.id/wahyu/2010/04/07/islam-pada-masa-bani-abbasiyah/)
Kekhalifahan ini berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.
B.Periodesasi Daulah Abbasiyah
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d. 656 H (1258 M). (http://darunnajah-cipining.com/sejarah-dunia-islam-daulah-bani-abbasiyah/)
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
•Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
•Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
•Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
•Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
•Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Sedangkan menurut asal usul penguasa selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk, seperti tersebut di bawah ini.
a. Bani Abbas (750-932 M)
• Khalifah Abu Abbas As-Safah (750-754 M)
• Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M)
• Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
• Khalifah Al-Hadi (785-786 M)
• Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M)
• Khalifah Al-Amin (809-813 M)
• Khalifah Al-Makmun (813-833 M)
• Khalifah Al-Muktasim (833-842 M)
• Khalifah Al-Wasiq (842-847 M)
• Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
• Khalifah Al-Muntasir (861-862 M)
• Khalifah Al-Mustain (862-866 M)
• Khalifah Al-Muktazz (866-869 M)
• Khalifah Al-Muhtadi (869-870 M)
• Khalifah Al-Muktamid (870-892 M)
• Khalifah Al-Muktadid (892-902 M)
• Khalifah Al-Muktafi (902-908 M)
• Khalifah Al-Muktadir (908-932 M)
b. Bani Buwaihi (932-1075 M)
• Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
• Khalifah Ar-Radi (934-940 M)
• Khalifah Al-Mustaqi (940-944 M)
• Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
• Khalifah Al-Mufi (946-974 M)
• Khalifah At-Tai (974-991 M)
• Khalifah Al-Kadir (991-1031 M)
• Khalifah Al-Kasim (1031-1075 M)
c. Bani Saljuk (1075-1258 M)
• Khalifah Al-Muqtadi (1075-1084 M)
• Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
• Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
• Khalifah Ar-Rasyid (1135-1136 M)
• Khalifah Al-Mustafi (1136-1160 M)
• Khalifah Al-Mustanjid (1160-1170 M)
• Khalifah Al-Mustadi (1170-1180 M)
• Khalifah An-Nasir (1180-1224 M)
• Khalifah Az-Zahir (1224-1226 M)
• Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M)
• Khalifah Al-Muktasim (1242-1258 M)
C.Tinta Emas Bani Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, diantaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus dan India.
Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata:“ Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)” Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Disamping itu, berbeda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar tahta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar tahta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya. (http://darunnajah-cipining.com/sejarah-dunia-islam-daulah-bani-abbasiyah/)
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.
Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.
Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistim madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran Islam dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Disamping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun ada. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal diantaranya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.
Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya. (http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf)
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. Wallahul Musta’an.
D.Sebab-sebab Kemunduran Bani Abbasiyah
1.Faktor Internal
a.Sering terjadinya perebutan kekuasaan dan persaingan antar bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.
•Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
•Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.
Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan ada yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, diantaranya adalah:
Yang berbangsa Persia:
• Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
• Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
• Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
• Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
• Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).
Yang berbangsa Turki:
• Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
• Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
• Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
• Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
a.Seljuk besar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Abu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan Rahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan berhasil menawannya.
b.Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).
c.Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).
d.Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).
e.Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470-700 H/1077-1299 M).
Yang berbangsa Kurdi:
•al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
•Abu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M).
•al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan Shalahuddin al-ayyubi setelah keberhasilannya memenangkan Perang Salib periode ke III.
Yang berbangsa Arab:
• Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M).
• Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
• Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
• 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M).
• Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
• Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
• Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
• Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).
Yang mengaku dirinya sebagai khilafah:
• Umayyah di Spanyol.
• Fatimiyah di Mesir.
Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang Syi'ah maupun Sunni.

b.Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
c.Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan.
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Mansur berusaha keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh Rasulullah (Qodir : 2002)
Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut paham Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan: “Agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia... telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam ...Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah ... menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga ”
2.Faktor eksternal
a.Perang salib
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, diantara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerusalem (Akbar Ahmed: 1997)
b.Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk".
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.


Daftar Pustaka

Akbar Ahmed. Living Islam, Bandung : Mizan, 1997
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995.
Qodir, Filsafat Dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Jakarta: Obor, 2002
Su’ud, Abu, Islamologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003.
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 3, Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997.
Tibrizi, E. Abdul Aziz, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam, Tangerang: Pondok Pesantren Daar El-Qolam.
Watt, W. Montgomery, Islam dan Peradaban Dunia : Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan (Terjemahan oleh Hendro Prasetyo), Jakarta: Penerbit Gramedia, 1995
http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf
(http://blog.ub.ac.id/wahyu/2010/04/07/islam-pada-masa-bani-abbasiyah/)
(http://darunnajah-cipining.com/sejarah-dunia-islam-daulah-bani-abbasiyah/)

Kembali ke Khitah Guru


Perubahan kebijakan pemerintah pasca lahirnya Undang-Undang sisdiknas 20/2003 serta Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen patut untuk diapresiasi oleh semua pihak. Karena bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, perhatian pemerintah terhadap guru sangat besar. Sejumlah kebijakan, seperti halnya sertifikasi, menghantarkan guru untuk berbondong-bondong meningkatkan keprofesionalan dirinya sehingga bisa diakui dan mendapatkan tunjangan yang mampu menyejahterahkan kehidupannya. Sejumlah kompetensi yang ditarget pemerintah untuk guru, misalnya kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi social, diusahakan oleh guru untuk memenuhinya baik melalui portofolio maupun diklat.
Namun usaha memajukan pendidikan itu bukannya tanpa kritik. Baik itu pada decision maker itu sendiri maupun guru sebagai penikmat kebijakan. Masih banyak ditemui guru yang mengadukan tentang kebijakan di daerah yang mengedepankan like and dislike tentang guru yang berhak mengajukan sertifikasi dan tidak. Ada anggapan bahwa di daerah-daerah tertentu, yang lebih diutamakan adalah ada unsur kekerabatan atau ada unsur kedekatan dengan atasan. Sehingga sertifikasi sebagai indicator perhatian pemerintah atas guru, masih belum merata.
Pihak guru sendiri, masih banyak, dalam usahanya mendapatkan sertifikasi, melakukan penipuan-penipuan. Piagam-piagam hasil diklat maupun workshop diduga hasil dari pembelian kepada oknum-oknum yang memanfaat situasi guru yang ingin instan tanpa bersusah-susah duduk mendengarkan nara sumber. Hasil PTK yang seharusnya dijadikan ukuran keprofesionalan guru dalam wilayah akademisi, ternyata banyak hasil dari copy paste atau hasil pembelian kepada orang-orang yang memiliki keahlian menulis walaupun tidak pernah mengajar. Begitupun dengan aktivitas social yang juga merupakan salah satu prasyarat keprofesionalan, banyak disana-sini terjadi kepalsuan kepengurusan organisasi-organisasi social. Kenapa itu semua terjadi?
Guru : Profesi ataukah Pengabdian?
Memang dilemma menjawab guru itu sebuah profesi ataukah bentuk pengabdian. Ketika UU Sisdiknas 20/2003 dikeluarkan maka secara resmi guru itu dinamakan tenaga pendidik. Konsekwensi dari tenaga pendidik adalah keprofesionalan. Keprofesionalan itu diukur dari kemampuan guru dalam administrasi dan proses pembelajaran. Karenanya tidak heran jika kemudian ada sebagian guru yang beranggapan bahwa ketika mereka sudah selesai tugasnya mengajar, maka sudah selesai pula tugasnya.
Namun sebenarnya lebih dari itu makna guru, jika dikembalikan kepada makna dasar dari guru itu sendiri yaitu “A guru is a person who is regarded as having great knowledge, wisdom and authority in a certain area, and uses it to guide others”. Jadi guru adalah seseorang yang dihormati karena pengetahuannya, kebijaksanaannya, kemampuannya memberikan pencerahan, kewibawaan dan kewenangannya. Bahkan tidak jarang kata guru itu dimaknai sebagai seorang yang mengajarkan hal-hal yang linuweh, adikodrati, spiritual.
Adapun perannya, sebagaimana konsep Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo, menjadi teladan, berada didepan, dan diperhatikan orang banyak. Istilah modernnya seorang guru menjadi INOVATOR. Guru menjadi contoh teladan baik dalam tutur kata (baca: pengetahuannya) maupun segala gerak-gerik (baca : perilakunya), disekolah maupun dirumah. Ing madyo mangun karso, guru menjadi kawan seiring dalam berkarya. Istilah modernnya DINAMISATOR. Tut wuri handayani. Menjadi pendukung dalam berkarya. Memberi semangat saat tak berdaya. Tapi posisinya berada di belakang. Istilah modernnya MOTIVATOR.
Dari pengertian dan perannya guru, ia bukan hanya sebagai seorang pengajar, namun lebih dari itu ia adalah pendidik, baik mendidik pengetahuan maupun perilaku. Oleh karenanya seorang guru hendaknya memiliki perilaku yang baik disamping berpengetahuan luas. Agar dalam proses pendidikan itu bisa berjalan dengan baik. Transformasi ilmu dan transformasi perilaku.
Kembali ke Khitah
Peringatan hari guru dan HUT PGRI yang ke 65 ini, hendaknya menjadikan muhasabah, khususnya bagi guru, agar terus melakukan pembenahan-pembenahan. Tidak hanya sekedar memperoleh sertifikat keprofesionalan yang mengedepankan, pada ujung-ujungnya adalah materi, namun juga harus terus meningkatkan sisi ketauladanan dalam kepribadiannya. Karena ketauladanan itu sendirilah merupakan khitah sebagai seorang pendidik. Dengan keteladananlah proses pendidikan yang akan mencetak generasi yang bermoral dan berkarakter akan terbentuk. Bukankah inti dari pendidikan itu adalah perubahan perilaku? Kebanyakan siswa itu melihat guru sebagai tauladan yang utama. Namun jika guru itu memberi ketaladan buruk, maka perubahan perilaku buruk pulalah yang akan ditiru oleh siswa. Sehingga tidak mengherankan ada sebuah peribahasa “ Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Termasuk seperti inikah guru yang kita inginkan?

Nama Penulis : Muhammad Isno el-Kayyis

Kamis, November 25, 2010

Buah Ibadah (Refleksi Tahun Baru Hijriah)

Anak-anakku sekalian…..jika kita tengok satu tahun yang lalu, 1432 H, telah banyak peristiwa yang dihadapkan kepada kita semua. Untuk dipahami, untuk dimengerti, untuk retrospeksi, dan untuk dijadikan pelajaran. Meletusnya gunung merapi, gempa di Mentawai, banjir di Wasior, kebakaran hutan di Riau, tragedi politik, tragedi peradilan, perceraian, pembunuhan, perselingkuhan, tawuran, penggusuran, intrik, dan sederet kerusakan dan bencana baik itu social maupun alam kita tercinta ini, berurut dan berirama terus terjadi. Kurang apalagi Allah memberikan pelajaran kepada kita semua??? Masihkah perlu didatangkan pelajaran yang lebih hebat lagi untuk membuat kita sadar??? Kenapa ini semua terjadi???
Di usia peradaban kita yang sudah tua ini, seharusnya menjadikan kita semakin dewasa dalam menyikapi segala gerak kehidupan. Fenomena yang ada seharusnya menjadi ajang studi untuk meningkatkan kualitas kita. Manusia yang sebenarnya manusia!!!. Bukannya manusia yang malaikat, atau manusia yang Iblis, atau manusia yang syetan atau manusia yang jin, atau manusia yang genderuwo, atau manusia yang anjing, atau manusia yang babi dan lain sebagainya. Manusia yang sebenarnya manusia itulah hendaknya tujuan dan pribadi kita. Manusia yang memahami sebenarnya kemanusiaannya!!!!!!!!
Manusia yang sebenarnya manusia itu yang saya maksudkan adalah Manusia yang memahami siapa dirinya? Apa kewajibannya? Apa haknya? Apa Tugasnya?Apa manfaatnya? Dan sederetan pertanyaan yang berkutat dalam bingkai ” manusia”.
Tugas manusia dalam kontek Agama kita (Islam) adalah Ibadah (QS: Adzariyat ayat 56). Ya!!!!! sekali lagi, Hanya hanya hanya Ibadah. Lihat ayat dibawah ini.......

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah ayat 5)

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Ad zariyat 56)

Mungkin kita semua akan menjawab “Saya Sudah Ibadah”, dan kita telah selesai menjalankan semua kewajiban yang dibebankan Allah kepada kita semua. Bahkan dari sejak kecil kita telah melaksanakan sholat, puasa, zakat. Benar saya katakan, namun sudahkah kita melaksanakan pesan dari ibadah itu sendiri???? Seringkali kita beribadah masih berkutat pada untung dan rugi, takut jika tidak melaksanakan ibadah akan didamprat malaikat di alam kubur, atau takut dimarahi Allah. Karenanya Imam Nawawi membagi kualitas ibadah seseorang dibagi menjadi tiga, Pertama, orang beribadah yang bermentalkan budak, buruh, pembantu, atau pekerja. Dia akan bekerja total kalau ada majikannya. Ia takut kemarahan majikannya kalau melihat dirinya tidak bekerja. Namun jika majikannya tidak mengawasinya, maka dia akan seenaknya saja bekerja. Tipe budak juga, ketika melakukan sesuatu, motivasinya karena diimingi dengan upah. Semakin banyak upahnya maka dia akan semakin bekerja keras. Kalau upahnya sedikit???? Dia akan malas bekerja bahkan cenderung melakukan demonstrasi!!!!!Unjuk rasa!!!!!! Protes!!!!!!! Cloteh sana cloteh sini. Kebijakan Tuhan selalu dianggap tidak adil, kolot, tidak memihak, de el el. Kedua, orang beribadah yang bermentalkan pedagang, atau pebisnis. Dia menjalankan ibadah berdasarkan untung dan rugi, kalau beribadah untungnya apa? Kalau tidak beribadah ruginya apa????? Keinginannya atau motivasinya beribadah adalah hanya untuk menjadikan dirinya untung. Mendapatkan kebahagiaan. Ketika dzikir, untungnya apa? Sholat dhuha untungnya apa? Sholat Malam untungnya apa??? Puasa untungnya apa??? Berbuat baik untungnya apa????? Mencitai Allah untungnya apa????? Menjadi pemimpin adil untungnya apa??? Kalau tidak melakukan, ruginya apa??????. Ketiga, orang beribadah bertipekan orang yang merdeka. Dia menjalankan ibadah tidak bertujuan apa-apa kecuali Allah. Dia tidak diperbudak oleh keuntungan duniawi. Dia tidak diperbudak oleh perasaan ingin bahagia, ingin dihormati, ingin ketenangan, ingin kedamaian, disanjung atau hal-hal yang membuat orang terpuaskan nafsunya. Namun yang ia tuju hanya Allah. Persoalan nanti dia merasa bahagia, itu hanya efek. Yang terpenting baginya Allah. Tipe yang manakah kamu??....................
Bukannya saya ingin merendahkan dalam tipologi tingkatan ibadah. Hanya sekedar membandingkan keafdolan memposisikan ibadah kita dihadapan Alloh. Kita yang sudah berkali-kali mengaku beribadah, sudahkah kita masuk dalam posisi ketiga? Lillah, Billah Fillah. Tidaklah salah, jika kita ingin ibadah yang kita lakukan itu memiliki dampak. Karena memang seharusnya ibadah itu harus berdampak. Kalau saya ibaratkan ibadah itu seperti menanam tanaman, ambil contoh seperti padi. Ketika kita menanam, tentu kita ingin memanen dari hasil apa yang telah kita tanam. Percuma saja kita menanam tetapi kemudian tidak berbiji atau berbuah. Kalau padi yang kita tanam tidak berbiji maka tanaman kita, biasanya kita manamakan GABUK. Alias tanaman yang gagal panen. Kalau sudah begitu, percuma saja dibiarkan hidup, lebih baik kita ganti dengan tanaman lain. Karena, tanaman tersebut pertama, sudah banyak menghabiskan pupuk dan kedua, merugikan petani karena waktu yang digunakan tidak menghasilkan apa-apa, ketiga, kalau tidak segera ditanam dengan tanaman lain maka dijamin sang petani akan tidak punya makanan atau uang untuk meneruskan hidupnya.
Hal yang sama, seperti ibadah kita, sudahkah berbuah? Sudahkan ibadah kita menghasilkan panen yang nyata dalam kehidupan sehari-hari? Ataukah dia hanya sekedar ibadah seperti tanaman tanpa ada buahnya? Sudahkan sholat kita yang kita laksanakan sejak kecil berbuah? Sudahkah Jilbab atau Baju koko yang kita pakai berbuah??? Sudahkan membaca al-Quran kita berbuah? Sudahkah puasa kita berbuah? Sudahkah amaliah kebaikan kita berbuah? Sudahkah dzikir kita berbuah?
Dalam realitasnya, masih banyak orang yang sholat tetapi masih suka maksiat, masih suka korupsi, suka berbuat dosa, suka berbohong, suka menyakiti temannya, suka menyakiti hati tetangganya, tidak peduli dengan orang lain de el el. Masih banyak orang yang berdzikir tetapi hatinya masih dipenuhi dengan amarah. Masih banyak orang berpuasa tetapi tidak mampu menahan diri dari segala godaan. Padahal ketika kita melaksanakan perintah Allah, ada dampak untuk membina pribadi menjadi pribadi yang baik. Pribadi yang bermanfaat kepada diri dan orang lain. Bukankah begitu???
Menurut Kang Jalal (Red: Prof. Dr Jalaluddin Rahmat) bahwa orang yang sholat tetapi tidak memikirkan tetangga atau menyakiti tetangganya maka sholatnya tidak akan diterima oleh Allah. Orang yang tidak peduli dengan fakir miskin, anak yatim, dikatakan dalam surat al Maun sebagai pendusta agama. Orang shodaqoh tetapi hasil dari korupsi maka shodaqoh dia tidak akan ada gunanya. Artinya bahwa ibadah yang kita jalankan sebenarnya harusnya membawa dampak. Kepada diri sendiri akan menjadi orang yang memiliki pribadi yang tangguh. Kepada orang lain akan menjadi pribadi yang bisa bermanfaat bagi banyak orang lain. Bukankah Nabi mengatakan, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”????
Menurut Kyai Djamal (Pengasuh PP. Al Muhibbin Jombang), Buah dari ketaatan dalam menjalankan Ibadah kepada Allah itu minimal setidaknya ada 3.
Pertama, hati orang yang beribadah itu akan menjadi bersinar, bercahaya, bersih, suci atau selalu dalam kondisi fitrah. Hatinya tidak dipenuhi oleh bibit penyakit hati seperti takabur, ujub, riya’, summah, suudzon, hasad, hubbudunya, de el el. Penyakit ini tersingkirkan karena ibadahnya berbuah. Hatinya diisi dengan sifat-sifat yang Mahmudah. Seperti sabar, syukur, khusnudzon, ikhlas de el el. Hilangnya penyakit hati kemudian tergantikan dengan sifat Mahmudah tersebut menjadikan hati orang tersebut terang benderang. Ia tidak khawatir terhadap hidupnya. Karena ia yakin Allah selalu bersamanya.
Kedua, orang yang beribadah menjadikan pribadinya semakin bagus. Karena orang yang beribadah tertarik oleh sebuah kekuatan untuk mengikuti nilai-nilai Ilahiah. Ia melepas diri dari perbuatan-perbuatan nista yang menjadikan pribadinya semakin terpuruk. Sehingga yang tampak hanyalah pribadi yang berakhlakul karimah. Pribadi yang telah mampu menerjemahkan sifat Allah, sifat Malaikat, sifat Rosul. Sifat itu telah “Nggetih” dalam tulang sumsumnya.
Ketiga, Amal Ibadah yang dilakukan mampu dirasakan dengan rasa yang penuh nikmat. Ketika melaksanakan sholat dia mampu menikmati sholat itu. Begitupun dengan zakat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Ia mampu menikmati ibadahnya. Seperti sayyidna Ali, ketika kakinya terkena panah, beliau ingin mencabutnya. Sebelum dicabut, beliau sholat terlebih dahulu. Ketika sholat, barulah dicabut oleh sahabat lainnya. Sayyidina Ali tidak merasakan kesakitan. Karena dia merasakan kenikmatan sholatnya. Kenikmatan sholat itulah yang mengalahkan kesakitan tercabutnya anak panah dari pahanya. Sayyidina Usman, merasakan nikmat yang sangat luar biasa jika dalam seharinya dia mampu terhindar dari melihat kemaksiatan. Nabi Ibrahim merasakan nikmat jika beliau makan bersama tetangga-tetangganya. Begitulah!
Tiga hal tersebut adalah buah dari ibadah. Jika ibadah belum sampai menghasilkan minimal ketiga hal tersebut, maka ibadahnya belum berbuah. Demikian logikanya.
Salam damai.

Gurumu
Muhammad Isno El Kayyis

Mengidamkan Guru Profesional (Refleksi HUT Guru dan PGRI ke 65)

Keinginan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan mengeluarkan UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 kemudian diperkuat dengan UU No 14 tahun 2005, Peraturan Pemerintah 19 tahun 2005, Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 serta beberapa Peraturan Menteri, perlu diapresiasi oleh semua pihak. Karena dalam kebijakan tersebut pemerintah memiliki keinginan kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, bagaimanapun guru memiliki peran yang kuat. Karenanya tuntutan untuk meningkatkan kualitas guru sangatlah logis. Guru, dalam Undang-undang guru dan dosen tahun 2005 harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Jika ditelaah lebih mendalam ketercapain kompetensi tersebut sangatlah sulit. Karena guru disamping mengajar harus memiliki kompetensi lain seperti keaktifan di lembaga kemasyarakatan, karya ilmiah, seminar, dan lain sebagainya. Padahal selama ini menjadi seorang guru dikesankan hanyalah mengajar saja. Tetapi dengan amanah Undang-undang tersebut, guru idealnya harus menjadi guru yang serba bisa atau profesional minimal mencapai empat kompetensi tersebut.
Untuk diakui sebagai tenaga pendidik yang profesional maka seorang guru harus mendapatkan sertifikat pendidik. Untuk mendapatkannya, guru bisa menempuh dua jalur. Jalur pertama dengan portofolio dan jalur kedua dengan pendidikan profesi. Kebanyakan guru banyak yang menempuh melalui jalur portofolio. Jika dalam portofolio tidak lolos maka guru baru akan menempuh pendidikan profesi. Seorang guru ketika menempuh jalur portofolio harus mengumpulkan bukti-bukti keterlibatannya dalam forum-forum ilmiah, karya tulis, pendidikan dan pelatihan, sosial dan lain sebagainya. Bukti keterlibatan ini harus dibuktikan dengan surat tugas, surat keterangan atau piagam-piagam yang pernah didapat. Jika dalam pengumpulannya kurang memenuhi standar nilai maka seorang guru wajib mengikuti pendidikan profesi.
Dalam kenyataannya, masih banyak guru, demi mendapatkan sertifikat pendidikan dengan iming-iming gaji dua kali lipat, banyak melakukan penipuan-penipuan. Terbukti dari berbagai kasus, banyak sertifikat-sertifikat palsu, SK palsu, karya tulis plagiat, dan lain sebagainya. Namun anehnya, hingga sekarang masih belum ada tindakan yang nyata terhadap itu semua. Padahal jika dilihat tuntutan pemerintah melalui undang-undangnya, guru diharapkan benar-benar menjadi tenaga pendidik yang profesional. Bukan profesional menipu atau profesional plagiat atau profesional mengumpulkan kertas-kertas belaka. Bagaimana bisa dipertanggungjawabkan kalau seorang guru lolos protofolio tetapi tidak mampu membuat RPP yang benar, atau silabus yang benar, atau menerapkan strategi pembelajaran yang benar, atau membuat lembar kerja yang benar?
Tidak semua guru berasal dari fakultas keguruan. Seperti halnya di IAIN Sunan Ampel yang penulis pernah studi disana. Banyak teman-teman penulis yang berasal dari fakultas Adab, fakultas syariah, fakultas Ushuluddin, fakultas Dakwah menjadi seorang guru. Padahal mereka tidak memahami keilmuan guru. Hanya karena tidak ada pilihan pekerjaan sajalah mereka menjadi guru atau karena mereka mengikuti program akta IV sehingga mereka bisa diterima mengajar di sekolah negeri bahkan menjadi pegawai negeri mengajar pendidikan agama Islam. Namun demikian, bagaimanapun, mereka masih tetap belum akrab dengan administrasi mengajar.
Karenanya menurut penulis, untuk mendapatkan guru yang profesional tidak cukup dengan hanya portofolio. Tetapi perlu dengan pendidikan profesi. Karena dalam pendidikan profesi banyak ilmu yang akan diperoleh. Inspirasi-inspirasi keilmuan akan banyak ditemukan. Terutama revolusi-revolusi mengajar disamping administrasi mengajar yang benar. Pengalaman penulis mengikuti diklat, banyak ilmu yang diperoleh. Dalam pembelajaran, kita diperkenalkan dengan strategi-strategi pembelajaran yang tidak kita dapatkan dari pengawas pendidikan di daerah. Begitupun dengan RPP yang benar, Silabus yang benar, Evaluasi yang benar, dan lain sebagainya. Banyak peserta ketika penulis tanya, mereka banyak mendapatkan pencerahan yang luar biasa. Padahal mereka mengaku sudah pernah mengajar selama 28 tahun.
Profesional dan tidak profesional kalau diukur secara normatif memang sangat sederhana. Yang terpenting, kalau jalur portofolio, memenuhi kriteria yang ditentukan dengan memberikan bukti-bukti meskipun terkadang itu belum tentu benarnya. Yang terpenting sudah memenuhi nilai dan lulus. Jika dia tidak lulus, yang terpenting ikut pendidikan profesi pasti lulus dan akan dianggap menjadi guru profesional. Namun secara subtantif, tidak bisa semudah itu. Guru yang telah ikut pendidikan profesi kemudian mengetahui administrasi dan berbagai disiplin keilmuan mengajar, apakah menjamin ketika dia kembali ke lembaganya menerapkan dengan sebenarnya? Apakah menjamin orang yang memiliki RPP sangat bagus itu telah diterapkan dalam pembelajarannya? Apakah menjamin orang yang memiliki pengetahuan luas atau mereka yang bergelar deretan, mampu menjadi guru profesional yang disenangi siswa, dan siswa mudah menangkap apa yang dia ajarkan?
Ada banyak kriteria ideal tentang guru dikatakan professional, dalam hal ini kiterianya tanpa ada tuntutan formalitas. Sebagaimana uraian Lou Anne Johnson, setidaknya ada 3 tipe guru dikatakan guru professional. Pertama, guru super, kedua, guru excellent dan guru good. Guru super adalah guru yang membutuhkan energi yang sangat tinggi. Ia tiba disekolah lebih awal dan pulang paling akhir. Mereka menghadiri seminar, melanjutkan pendidikan, menjadi sukarelawan bagi kegiatan muridnya, dan memberikan dirinya bagi murid-muridnya yang membutuhkan bantuan ekstra di dalam maupun diluar kelas. Guru excellent adalah guru yang memiliki kesamaan dengan tipe guru super. Namun ia tetap membatasi jumlah waktu dan energi yang mereka baktikan untuk mengajar. Mereka peduli kepada muridnya namun tidak sampai mengorbankan kebutuhan keluargannya sendiri. Sedangkan tipe guru good adalah mengerjakan tugas-tugas sebagai guru dengan baik namun mereka memahami batasan mereka sendiri. Mereka membuat batasan yang sangat jelas antara profesionalitas dan waktu pribadi. Mereka memperlakukan murid dengan rasa hormat dan mereka melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa semua murid mempelajari materi yang disyaratkan untuk tingkat pendidikan selanjutnya, tetapi mereka tidak merasa berkewajiban untuk menyelamatkan murid-muridnya satu persatu. Mereka juga tidak menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang dengan murid atas keluhan-keluhan mereka diluar jam pelajaran. Mereka mengunci rapat-rapat pintu bagi murid diluar dinas tugas pekerjaannya sebagai guru.
Dari ketiga tipe ini, berapakah prosentase guru super di Indonesia? Berapa yang termasuk tipe guru excellent? Dan berapa yang termasuk guru good? Kita yakin menjadi guru bukan hanya sebuah profesi yang menghasilkan sesuatu, tetapi pekerjaan itu adalah sangat penting bagi pilihan hidup menjadi guru. Namun sudahkan kita menganggapnya penting, Bila dikaitkan dengan banyaknya tren tuntutan materi atas pekerjaan guru? Gurulah yang bisa menjawabnya. Selamat hari guru. Semoga tetap jaya dalam pengabdian.

Selasa, November 23, 2010

Dasar Puasa Asy-Syuro

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Sihab dari 'Urwah dari 'Aisyah radliallahu 'anha. Dan diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Muqatil berkata, telah mengabarkan kepada saya 'Abdullah dia adalah putra dari Al Mubarak berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abu Hafshah dari Az Zuhriy dari 'Urwah dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Orang-orang melaksanakan shaum hari kesepuluh bulan Muharam ('Asyura') sebelum diwajibkan shaum Ramadhan. Hari itu adalah ketika Ka'bah ditutup dengan kain (kiswah). Ketika Allah subhanahu wata'ala telah mewajibkan shaum Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsipa yang mau shaum hari 'asyura' laksanakanlah dan siapa yang tidak mau tinggalkanlah". ((BUKHARI - 1489)

22 Nopember 2010

Ya Alloh Engkau Kekasih Sejatiku, sumber kebahagianku, Engkau anugerahkan cintaMu yang sempurna sehingga dalam kata dan perbuatan dapat mencerminkan cintaMu untuk orang lain. Ya Alloh kuatkanlah aku agar aku mampu merubah benci menjadi cinta, derita menjadi bahagia

22 Nopember 2010

Ya Tuhanku, Andai aku dapat memilih aku ingin selalu dalam rengkuhan panjangMu. namun engkau menyuruh aku kembali ke alam kebendaan dengan segala uji bala mu. karenanya berilah aku nurul anwar dan mata batin sehingga aku tetap dalam bimbingan serta naungan cahaya-Mu

Senin, November 22, 2010

Anak Dewasa Tetapi Kecil

Oh anak dewasa tetapi kecil
Betapa engkau lucu memanggil-manggil
Berbicara cinta tetapi cinta yang tengil
Aku terkekeh-kekeh kecil
Melihat engkau Memahami hidup yang kerdil


Inspirasi waktu naik sepeda

Sabtu, November 20, 2010

Maqom Rakyat Indonesia


Wahai rakyat Indonesia
Egkau rakyat yang teragung dimanapun berada
Tak satu jua pun yang sanggup menyama
melebihi apa yang kau derita

Engkau adalah rakyat yang sabar dengan ulah pemimpinmu
Engkau adalah rakyat yang sabar atas himpitan kepedihanmu
Engkau adalah rakyat yang sabar atas bencana yang menimpamu

Engkau ikhlas menerima apapun yang ada
Engkau iklas diperlakukan apapun oleh yang berada
Engkau ikhlas melihat kenyataan yang pahit dari para pujaan di dada

Engkau bisa syukur dalam himpitan
Engkau bisa syukur dalam tangisan
Engkau bisa syukur dalam rintihan

Wahai Rakyat Indonesia
Dimata Alloh, engkaulah rakyat yang berada dalam maqom termulia
Engkau telah mampu mengejawantahkan rasa syukur, ikhlas, sabar dan akhlak mulia
Engkau benar-benar Mulia


Tapi wahai rakyat Indonesia!!
Bukan itu.....
Bukankah menegakkan keadailan adalah perintah
Bukankah mensejahterakan orang banyak adalah perintah
Bukankah ikhtiar itu juga adalah bagian dari perintah

Oh rakyat Indonesia
Dalam kesabaranmu ada ketidakberdayaan
Dalam keikhlasanmu ada keluhan
dalam syukurmu ada harapan.


Wahai rakyat Indonesia
Bangkitlah dari tidur panjangmu






jogodayoh, jam 19.30, 20 Nopmber 2010

Tak Peduli



Aku tak peduli engkau bilang aku NU sejati
Aku tak peduli engkau bilang aku Muhammadiyyah sejati
Aku tak peduli engkau bilang aku FPI sejati
Aku tak peduli engkau bilang aku JIL sejati
Aku tak peduli engkau bilang aku syiah sejati
Aku tak peduli engkau bilang aku HTI
Aku tak peduli engkau bilang aku salafi
aku tak peduli engkau bilang aku wahabi

Bahkan aku juga tak peduli engkau bilang aku Yahudi
Bahkan aku juga tak peduli engkau bilang aku Nasrani
bahkan aku juga tak peduli engkau bilang aku Majusi

Karena aku adalah Abdullah, hamba Ilahi



Jogodayoh, 20 November 2010

Belajar Sebagai Rekonstruksi Sosial

Cerdas, berprestasi, berakhlak Mulia, Santun, Berbudi Luhur, peduli dan lain-lainnya adalah nilai yang sering didamba oleh insane pendidikan. Hal ini bisa kita lihat dari Visi Misi yang mereka usung, atau slogan-slogan yang biasanya ditulis ditembok-tembok sekolah. Pendambaan nilai yang agung itu adalah sesuatu nilai yang ingin diperjuangkan dan dikejar oleh segenap warga sekolah untuk membentuk karakter siswa atau bahkan culture dari sekolah itu sendiri. Namun, dalam implementasinya, dalam kurikulum yang dikembangkan guru, dan dalam interaksi antar satu dengan yang lain, bagaimana nilai-nilai tersebut diwujudkan? Jawabnya: SULIT!. lalu bagaimanakah untuk menggapainya? salah satu metodenya adalah pembelajaran sebagai rekonstruksi sosial, bagaimanakah teorinya?


klik judul

Jumat, November 19, 2010

Khusnudzon

Orang menyangka orang baik yang memang pada hakekatnya baik maka itu termasuk baik. orang menyangka orang baik walaupun jelek itu juga termasuk baik. namun orang menyangka orang itu jelek padahal baik maka itu fitnah. sedang orang yang menyangka jelek walau hakekatnya jelek, itu adalah orang yang menutup orang untuk menjadi baik

Kamis, November 18, 2010

Anugerah : Antara Nikmat dan Musibah


Di antara petuah-petuah KH. Imron Jamil kepada Jamaah Kliwonan, bahwa manusia itu harus selalu syukur dalam kondisi apapun. Baik suka maupun duka, baik beruntung maupun rugi, baik kaya maupun miskin, baik dikala punya uang maupun tidak, dan lain-lain. Karena, bolak baliknya kehidupan itu bukankah semuanya atas kehendak Allah. Musibah berasal dari Allah. Bahagia pun berasal dari Allah. Kalau kita sudah meyakini kondisi demikian, maka tidak ada kesedihan dan kesusahan dalam menjalani kehidupan. Karena dalam kondisi apapun dirinya, yang terlihat adalah kehendak Allah. Kalau kita sudah menyadari bahwa semua atas kehendak Allah, maka yang muncul dalam hati, pasti Allah punya maksud lain. Pasti ada hikmah dibalik ini semua. Pasti Allah berencana yang terbaik buat saya. Kalau dicontohkan, ketika orang mendapat musibah, misalnya berupa kehilangan benda yang dimilikinya, maka orang ini harus senantiasa khusnudzon dengan Allah, barangkali Allah sedang menyayangi dirinya, karena dalam harta bendanya itu ada racun yang berupa shodaqoh yang tersumbat. Daripada kelak dia lebih berat balaknya atau siksanya, baik didunia maupun diakherat, maka ia mendapatkan musibah tersebut, agar ia tidak tersiksa karena harta bendanya. Begitupun dengan jabatan, ketenaran, nama baik, dan lain sebagainya. Musibah dalam hal ini adalah bentuk kasih sayangnya Allah. Begitupun dengan logika kenikmatan yang didamba oleh kebanyakan manusia. Itu semua diiberikan oleh Allah juga sebagai bentuk dari kasih sayang terhadap hambanya. Namun kalau kita tarik dalam benang merahnya di dalam musibah itu ada nikmat, dan di dalam nikmat itu ada musibah.
Perhatikan ayat ,
Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al Araf 168)

Allah membagi kebanyakan manusia ada yang sholeh dan ada yang tidak sholeh. Namun kedua-duanya diuji. Diuji dengan nikmat. Artinya ketika dalam nikmat itu ada ujian yang, bukankah pada hakekatnya juga adalah musibah? Harta benda, kekayaan, ketampanan, anak, istri, ketenaran, kepangkatan semua adalah nikmat tapi juga musibah. Nikmat kalau diukur dari sudut awam kemanusiaan. Bagaimana tidak bahagia kalau kita kaya? Kita memiliki mobil yang mentereng, istri cantik, anak imut-imut, tabungan tidak habis sampai tujuh keturunan, perusahaan dimana-mana, rumah megah, semua orang tunduk terkagum-kagum, nama kita sering disebut diseantero jagad. Tapi itu MUSIBAH. Jika hartanya menjadi hijab. Mengagumi diri, harta bendanya, sehingga lupa kepada Alloh. Lupa bersedekah. Lupa bahwa semuanya akan dihisab. Lupa bahwa semakin dia berharta ada sekian banyak tanggungjawab yang harus diembannya. Ia akan mempertanggungjawabkannya kepada Allah yang telah memberikan amanah.
Belum merasa mendapatkan anugerah Alloh?
Perhatikan, ketika kita lahir, kita punya apa kala itu? Kita ndak punya apa-apa. Baju pun tidak. Kita telanjang. Kita tak bermodal apapun kecuali seperangkat tubuh saja. Lalu Allah memberikan kita sebuah modal berupa pendengaran, penglihatan dan hati. Dalam tahap selanjutnya kita diberi rizki dan berbagai keperluan dunia. Namun hakekatnya bukankah itu semua milik Alloh?
Kita ini, manusia semuanya, bodoh. Tetapi kemudian Alloh mendidik kita, memberikan ilmu kepada kita sehingga kita menjadi pintar. Tetapi bukankah kepintaran itu pemberian? Kalau pemberian berarti ada pemiliknya? Siapa? Alloh. Artinya kita tidak boleh mengaku pintar karena pintar itu miliknya Alloh.
Kita ini tidak bisa apa-apa. Karena kita bisa apa-apa itu adalah pemberiannya. Termasuk sholat, zakat dan ibadah-ibadah lainnya. Kita tidak bisa melakukan itu semuanya jika Alloh tidak memberikannya. Karenanya kita tidak boleh membanggakan usaha atau ibadah kita semuanya. Karena itu semua pemberian.
Karenanya kalau dalam dunia sufi dikenal : AKU TIDAK BISA APA-APA, AKU TIDAK PUNYA APA-APA, SEMUANYA HANYA ALLOH PENGGERAKNYA.
Kalau kita sudah sama persepsi bahwa HIDUP ITU ADALAH PEMBERIAN. Maka yang muncul bahwa HIDUP ITU ADALAH ANUGERAH. Karena kita harus senantiasa bersyukur. Apapun dan bagaimanapun itu. Dalam dalam kondisi apapun. BANYAK SEDIKIT. SUKA DUKA. SELAMAT MENEMPUH!!!!!

Rabu, November 10, 2010

RESOLUSI JIHAD : Mengenang Perlawanan 10 November

Tidak banyak orang yang mengetahui dibalik tanggal 10 November yang ditetapkan oleh Nasional sebagai Hari Pahlawan. Yang kebanyakan tahu, termasuk saya dulu sebagai pelajar, hanya ada pekikan “Allahu Akbar” oleh Bung Tomo. Kemudian semangat arek-arek Suroboyo yang melawan tentara sekutu sambil bawa senjata dan suka “misuh-misuh”. Setelah saya berdialog dengan Dr. Agus Sunyoto baru aku tahu bahwa 60-an tahun yang lalu, tepatnya 21-22 Oktober 1945, ada gerakan yang perduli kepada bangsa kita saat itu, yakni perkumpulan kaum sarung. Kaum sarung ini yang merupakan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya. Dipimpin langsung oleh Rois Akbar NU Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ary (Mbahnya Gus Dur) mendeklarasikan perang mempertahankan kemerdekaan adalah sebagai perang suci alias Jihad. Belakangan deklarasi ini populer dengan istilah Resolusi Jihad. Segera setelah itu, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Dua minggu kemudian, tepatnya 10 November 1945, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan para pahlawan pribumi yang siap gugur sebagai syahid. Inilah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Meski darah para pahlawan berceceran begitu mudahnya dan memerahi sepanjang kota Surabaya selama tiga minggu, Inggris yang pemenang Perang Dunia II itu akhirnya kalah. Pasukan Inggris mendarat di Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Pergerakan pasukan Inggeis tidak dapat dibendung. Sementara pemerintah RI yang berpusat di Jakarta menginginkan berbagai penyelesaian diplomatik sembari menata birokrasi negara baru, mendorong terbentuknya partai-partai politik dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pasukan Inggris telah menduduki Medan, Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat pertempuran-pertempuran dahsyat. Sebagian pendudukan ini juga mendapat bantuan langsung dari Jepang yang kalah perang, sebagai konsekuensi dari alih kuasa. Sedangkan kota-kota besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh Australia.
Pasukan Inggris lalu masuk ke Surabaya pada 25 Oktober 1945, berkekuatan sekitar 6.000 orang yang terdiri dari serdadu jajahan India. Di belakangnya membonceng pasukan Belanda yang masih bersemangat menguasai Indonesia. Resolusi Jihad meminta pemerintah untuk segera meneriakkan perang suci melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali, dan kontan disambut rakyat dengan semangat berapi-api. Meletuslah peristiwa 10 November. Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah.
Di saat-saat yang bersamaan, saat-saat perang kemerdekaan sedang berkecamuk dan terus digelorakan oleh para kiai dan santri, dinamika dan persaingan politik dalam negeri semakin memanas. Pada bulan Oktober Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan kembali. Lalu setelah Makloemat Iks (4 November) dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, partai-partai politik lain juga bermunculan. Dideklarasikanlah Pesindo dan partai Islam Masyumi. Lalu, Maklumat Hatta 11 November mengubah pemerintahan presidensial menjadi parlementer, pemerintah harus bertanggungjawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai parleman. Kabinet parlementer ditetapkan pada 14 November, dipimpin Perdana Menteri Sjahrir dan Mentri Keamanan Amir Syarifudin.
Januari 1946, PNI dibentuk lagi tanpa Soekarno. Di sisi lain, “Tentara profesional” dan kelompok gerilyawan melakukan konsolidasi. Pada saat-saat itu juga Indonesia sedang mengalami “revolusi sosial” hingga ke desa-desa. Pertikaian merajalela dan kekacauan tak terhindarkan lagi. Waktu itu timbul pertikaian horisontal yang terkenal dengan “Peristiwa Tiga Daerah” yakni Brebes, Pemalang dan Tegal. Kondisi inilah, tak pelak memberi peluang bagi upaya-upaya militer Belanda (yang sebelumnya datang membonceng sekutu) untuk semakin merangsek masuk menguasai kota-kota besar di Indonesia. Belanda semakin intensif menguasai Jakarta, sehingga Pemerintah Republik terpaksa mengungsi ke Yogyakarta pada Januari 1946.
Maret 1946, PM Sjahrir mencapai kesepakatan rahasia dengan van Mook bahwa Belanda mengakui kedaulatan RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Sementara Belanda berdaulat atas wilayah-wilayah lainnya. Kedua belah pihak juga menyepakati rencana pembentukan uni Indonesia-Belanda.
Di tengah tekanan Belanda itu NU menyelenggarakan muktamar yang pertama setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Muktamar ke-16 itu diadakan di Purwekorto pada 26-29 Maret 1946. Salah satu keputusan pentingnya, NU menyetuskan kembali Resolusi Jihad yang mewajibkan tiap-tiap umat Islam untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang saat itu berpusat di Yogyakarta. Kewajiban itu dibebankan kepada setiap orang Islam, terutama laki-laki dewasanya, yang berada dalam radius 94 km dari tempat kedudukan musuh. (Radius 94 diperoleh dari jarak diperbolehkannya menjamak dan menqoshor sholat). Di luar radius itu umat Islam yang lain wajib memberikan bantuan. Jika umat Islam yang dalam radius 94 kalah, maka umat Islam yang lain wajib memanggul senjata menggantikan mereka.
Dalam podatonya, Mbah Hasyim Asy’ari kembali menggelorakan semangat jihad di hadapan para peserta muktamar. untuk disebarkan kepada seluruh warga pesantren dan umat Islam. Syariat Islam menurut Mbah Hasyim tidak akan bisa dijalankan di negeri yang terjajah. ”…tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negerijajahan.” Kaum penjajah datang kembali dengan membawa persenjataan dan tipu muslihat yang lebih canggih lagi. Umat Islam harus menjadi pemberani.
Apakah ada dari kita orang yang suka ketinggalan, tidak turut berjuang pada waktu-waktu ini, dan kemudian ia mengalami keadaan sebagaimana yang disebutkan Allah ketika memberi sifat kepada kaum munafik yang tidak suka ikut berjuang bersama rasulullah…

Demikianlah, maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan surut seujung rambut pun.
Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka, maka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya…..
… maka barang siapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat, pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya itu…..
Perang terus berkecamuk, jihad terus berlangsung. Belanda yang sebelumnya membonceng tentara Sekutu terus melancarkan agresi-agresi militernya. Pihak Inggris sebenarnya tidak senang dengan cara-cara yang ditempuh oleh Belanda. Pada Desember 1945 pemerintah Inggris secara tidak resmi mendesak pemerintah Belanda agar agar mengambil sikap yang lebih luwes terhadap Republik Indonesia. Pada 1946 diplomat Inggris, Sir Archibald Clark Kerr, mengusahakan tercapainya persetujuan Linggarjati antara republik Indonesia dengan Belanda. Persetujuan ditandatangani, namun Belanda tiba-tiba meancarkan agresi militernya. Menjelang akhir 1946, komando Inggris di Asia Tenggara dibubarkan, dan ”tanggung jawab” atas Jawa dan Sumatera diserahkan sepenuhnya kepada Belanda. Sejak itu, orang asing yang semakin terlibat dalam pertikaian antara Republik Indonesia dan Belanda, menggantikan Inggris.
Dari cerita ini, menandai ada tumpukan sejarah yang mengendap yang sengaja tidak dipublikasikan, entah kepentingan apa? Tapi beruntung sekarang telah terbit sebuah buku yang membahas tentang itu. Silahkan pembaca mencari, setahu saya bukunya berjudul “Jihad Paling Syar’I”. selamat mencari dan tahu jalan cerita panjangnya berikut fakta-fakta yang diberikan. Saya juga mengucapkan syukur karena sejumlah tokoh sudah berani berbicara tentang sejarah itu.
Misalnya Menurut kakak kandung Ketua Umum PBNU KHA Hasyim Muzadi itu, perlawanan bangsa Indonesia kepada Sekutu itu dipupuk para ulama melalui Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, sehingga semangat dan tekad untuk merdeka terpelihara terus."Bahkan, ultimatum Sekutu itu pun tak digubris sehingga terjadilah pertempuran 10 November 1945 dengan korban yang tidak sedikit, bahkan para santri dari Kediri, Tuban, Pasuruan, Situbondo, dan sebagainya banyak yang menjadi mayat dengan dibawa gerbong KA," katanya.
Salah seorang pelaku sejarah yang lahir di Tuban, Jatim pada 1925 itu mengatakan semangat dan tekad untuk merdeka itu merupakan semangat yang dipupuk melalui Resolusi Jihad NU yang digagas para ulama NU di Jalan Bubutan, Surabaya."Tapi, terus terang, semuanya itu tidak tercatat dalam sejarah, karena ulama NU itu memang tidak ingin menonjolkan diri, sebab mereka berbuat untuk bangsa dan negara demi ridlo dari Allah SWT, bukan untuk dicatat dalam sejarah," katanya.
Namun, katanya, bila para tokoh NU Jatim ingin menonjolkan Resolusi Jihad NU untuk meluruskan sejarah, maka hal itu juga tidak terlalu salah, sebab para ulama NU tidak mengharapkan hal itu.Dalam seminar yang dihadiri pengurus NU se-Jatim itu, kiai Muchit Muzadi mengingatkan para tokoh NU Jatim bahwa hal terpenting dari Resolusi Jihad NU adalah semangat dan tekad untuk menjadikan NKRI sebagai negara yang dihargai bangsa-bangsa lain.
"Para ulama NU sudah menyatakan NKRI sebagai bentuk negara yang final dan Pancasila sebagai asas negara yang tak bertentangan dengan agama, karena itu semangat menjadikan Indonesia tetap berdiri tegak dan membanggakan adalah hal yang terpenting," katanya.
Semoga kita menjadi generasi yang tidak ahistoris!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Senin, November 08, 2010

Bersama Direktur PAIS KEMENAG PUSAT

Pemenang Lomba PAI berbasis ICT NASIONAL

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*