Pagi yang cerah memeluk rasa
bahagia pada peserta Studi Wali SKI SMAGHA yang sedang bersiap siap berangkat
ke tiga tempat yang akan dijadikan tujuan pada kegiatan ini. Aku melihat sudah
banyak yang hadir saat aku baru tiba dihalaman SMA Negeri 3, padahal masih
setengah enam. Saya mengucapkan syukur, pasalnya hamper rata rata mereka
memiliki disiplin waktu yang tinggi. Hanya beberapa saja yang molor. Dan ini
sudah saya antisipasi untuk sedikit toleran 30 menit molornya. Memang ada satu
anak yang terlambat, tetapi karena harus memegang prinsip disiplin, maka aku
putuskan ditinggal saja. Itu konsekwensi. Dan hamper pula setiap kepemimpinan
saya selalu saya tekankan disiplin waktu. Di SD Islam EMHA, hamper wali murid
sudah hafal dengan budaya on time kami. Sehingga setiap ada undangan, rata rata
mereka datangnya selalu on time. Begitupun di MGMP, yang dulu molor, sekarang
saya rubah, sedikit atau banyak, bila waktunya telah terjadwal harus dimulai. Kecuali
bila ada pejabatnya. He he he….
Pukul 06.30 rombongan berangkat
menuju Pesantren Ringin Agung dengan diiringi lantunan Dzikir dzikir istighosah
yang dibawakan langsung oleh Guide kami yakni, Ustad Zainudin, atau biasanya
lebih akrab dipanggil Ustad Zen. Setelah istighosah, dilanjutkan dengan cerita
tentang Pesantren Ringin Agung dan Kisah Para Pendiri serta pengasuh Pesantren
Ringin Agung. Cerita lebih mengasyikkan, dikarenakan Ustad Zen sendiri adalah
alumni Pesantren Ringin Agung. Jadi ceritanya lebih meyakinkan, semacam testimoni.
Dari ceritanya, didapat banyak
pelajaran bahwa pendiri Pesantren ringin agung adalah keturunan dari Menteri
Agama Kerajaan SOLO. Nama aslinya Raden PUPUH. Tetapi di Pesantren lebih
dikenal dengan nama SI MBAH IMAM NAWAWI. Si Mbah Nawawi lebih memilih
mendirikan pesantren daripada menjadi Qadinya Kerajaan Solo, melanjutkan
jabatan ayahnya. Beliau melakukan babat alas disebuah hutan dengan mengerahkan
seluruh santrinya. Dari babat alasnya tadi, ada satu peristiwa yang unik, yakni
tidak bisa tumbangnya sebuah ringin yang sangat besar. Lalu Mbah Imam Nawawi
munajat kepada Alloh untuk menyelesaikan permasalahannya. Lalu Mbah Nawawi
mendapat ilham berupa bacaan sholawat “Allohuma Sholi wasalim ala Muhammad wa
sallim”. Lalu sholawat itu didzikirkan oleh para santri sambil mengelilingi
pohon ringin. Tidak beberapa lama, ringin itu pun tumbang. Untuk menandai
peristiwa itu lalu pondok pesantren itu dinamai Pondok Ringin Agung (Ringin
yang besar). Dan kata Ustad Zen, tempat pohon ringin itu sekarang di atasnya
didirikan Masjid Ringin Agung.
Cerita pun berlanjut dengan
cerita para keturunan Si Mbah Nawawi. Namun kata Ustad Zen, kultur di Pesantren
Ringin Agung adalah kultur tertutup. Mereka para wali Alloh yang tidak ingin
dikenal. Jadi tidak banyak yang bisa diceritakan. Hanya cerita secuil dari
kekeramatan para kekasih Alloh melalui orang orang yang kenal dekat dengan
beliau. Ustad Zen, yang ia ketahui, tetapi sepertinya pula ia menyembunyikan,
tentang kekeramatan gurunya, Mbah Zaid, yang dikenal dikalangan para
syadziliyin, adalah santri senior Mbah Jalil, dan kabar lagi, bahwa pernah Mbah
Jalil menawarkan kemursyidan Torikot Syadzliyah kepada Mbah Zaid, namun karena
ketawadluan, beliau tidak bersedia.
Pukul 08.30 rombongan tiba di
Pesantren Ringin Agung. Selain rombongan kami, ternyata ada rombongan Ziaroh,
memakai sepur kelinci, lucu, padahal orang orang tua. Dilihat sekilas dari
dzikir yang dibacakan, seperti Dzikrulghofilin, dzikirnya Gus Mik. Sebelum rombongan studi wali masuk ke area
makam, kita disuruh oleh Ustad Zen untuk berwudlu. Wudlu di pesantren ini unik
sekali, pasalnya harus masuk ke dalam kolam yang dalam. Setelah berwudlu kita
masuk area dan khusu’ berdoa yang dipimpin oleh Ustad Zen. Ustad Zen membimbing
untuk mendzikirkan sholawat ringin agung. Indah asyik dan nikmat.
Selesai berziarah, kita diajak
oleh ustad Zen melihat gubuk gubuk dimana para santri tinggal. Unik namun agak
kumuh, itu kesan kami melihatnya. Tetapi itulah ajaran kesederhanaan. Yang barangkali
anak anak SMA tidak akan kuat untuk melakukannya.
Kesan ajaran kesederhanaan
terlihat lebih kuat ketika kita berkunjung ke tempat mujahadahnya Mbah Imam
Nawawi. Sederhana. Zuhud, itulah kalimat yang tepat menggambarkan prilaku dari
Mbah Nawawi dengan tempatnya yang kecil dan sangat sederhana. Kezahidan yang
sejati. Barangkali inilah yang harus diteladani dari rombongan sekalian.
Setelah dianggap cukup melihat
Pesantren Ringin Agung, rombongan segera meluncur ke Pesantren Lirboyo. Ditengah
perjalanan, Ustad Zen melanjutkan tentang epistemology atau lebih tepatnya cara
berpikir orang pesantren. Bermacam macam. Dan unik. Dan itulah Khazanah Islam.
Termasuk mengkomparasikan antara Ringin Agung dan Lirboyo, memiliki kultur yang
berbeda. Di Lirboyo terkenal ilmu alat dan imu Fiqhnya yang kuat. Terlihat saat
saya tiba di Lirboyo, banyak santri yang menghafal bait bait imrity dan Alfiah
sambil berdiri dan duduk. Lucu tetapi menarik. Dilihat dari kulturnya, kalau
saya boleh berpendapat, itu semua tidak lepas dari peran sang pendiri. Pendiri
Lirboyo adalah Mbah Karim seorang santri Mbah Kholil Bangkalan. Beliau memiliki
jiwa yang kuat dan memiliki keilmuan yang kuat pula. Sehingga ditangan beliau
dan anak turunnya, Lirboyo terkenal dan dikenal dijagad raya ke pesantrenan.
Sudah banyak alumni yang dihasilkan. Gus Mus (KH Mustofa Bisri) dan KH Said
Aqil Siroj (Pimpinan Umum NU) adalah alumni pesantren ini. Termasuk guru saya
Dr Wahib Wahab. Juga yang pernah mengajari ilmu alat kepada saya, Pak Fathoni.
Dikanan kiri jalan menuju
pesarean, terlihat PP Lirboyo, banyak mengembangkan budi daya peternakan. Dari sapi,
kambing, ayam sampai ikan. Banyak santri yang dilibatkan dalam peternakan itu. Luar
biasa. Dan barangkali pesantren pesantren lain perlu mencontoh jiwa kemandirian
pesantren lirboyo ini. Sehingga tidak berebut proposal atau melakukan dukung mendukung
calon kepada daerah yang pada ujung ujungnya akan mempermalukan pesantren itu
sendiri. Dan khususnya pada Kyainya, akan dikategorikan sebagai Ulama Su’
(ulama jahat) yang suka ngathok kepada ulil amri (pemerintah).
Rombongan tiba dipesarean yang
berada di dalam pesantren. Masuk ke area ini, terkesan lebih bersih dari Ringin
Agung. Penataan ruang juga lebih baik. Juga rapi. Tetapi entah bagaimana aura
pondok ini tetap tidak bisa membohongi hati rombongan, ada selintingan anak
mengatakan rasanya masih lebih ngeh di ringin agung. Entahlah.
Selesai Ziarah di Lirboyo, pukul
11.00, rombongan meluncur menuju Pantai Prigi yang jalannya berliku liku. Ditengah
perjanalan, acara saya serahkan kepada pengurus SKI 2011/2012 untuk melakukan
pemilihan umum ketua SKI periode 2012/2013. Inilah uniknya tradisi SKI,
pemilihan umum ketua SKI dilakukan di dalam bus. Termasuk penyampaian visi misi
calon ketua SKI. Setiap calon ketua SKI wajib melakukan presentasi harapan
harapan SKI ke depan. Acara menjadi ramai karena ada dialog, para senior
dedengkot bertanya aneh aneh tetapi gokil menjadikan suasana bis menjadi ramai
dan meriah. Dilanjutkan dengan pencontrengan, dan dari pencontrengan itu
dihasilkan sebuah keputusan bahwa Ketua SKI peiode 2012/2013 adalah Arindita,
seorang perempuan. Bagi teman saya yang lain, mereka ingin SKI dipegang lelaki,
namun bagi saya sendiri selaku Pembina SKI, laki laki maupun perempuan sama
saja. Saya bukan aktivis gender. Saya hanya berbicara realistis saja. Selama saya
menjadi Pembina, banyak ketua SKI yang laki laki, kurang agresif, entah kenapa?
Rata rata para perempuan justru lebih menguasai massa. Entah kenapa? Yang dibutuhkan
bukan jenis kelamin tetapi komitmen. Itu yang terpenting. Siapapun dia.
Acara mencapai puncaknya saat
seluruh ANAK ANAK SKI melakukan BAIAT SKI diiringi deburan ombak PANTAI PRIGI
TRENGGALEK. “SAYA BERJANJI AKAN MENJALANKAN PERINTAH ALLOH DAN MENJAUHI
LARANGANNYA. SAYA BERJANJI AKAN MENCINTAI ROSULULLAH DAN MENTAULADANI SUNNAH
SUNNAHNYA. SAYA BERJANJI AKAN BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA. SAYA BERJANJI
AKAN MENCITAI SAUDARA SEMUSLIM SEPERTI MENCITAI DIRI SENDIRI. SAYA BERJANJI
AKAN MENJAGA KEHORMATAN DIRI DAN KEHORMATAN ORGANISASI SKI SEKUAT HATI”.
Semoga menjadi generasi “SING
MELEK LAN TITIS”. Melek ati lan pikirane. Titis Ati lan pikirane. AMIN.