Terlalu indah untuk dilupakan. Mungkin kalimat itu yang bisa kita ukirkan untuk mengenang sesuatu kenangan yang sangat indah. Kenangan akan kehidupan yang pernah kita jalani, kenangan kepada seseorang yang sangat kita cintai atau kenangan kepada apapun yang begitu berarti dalam kehidupan kita. Apa yang berarti buat kehidupan kita?????? Cinta, pekerjaan, uang, harta, atau ketermasyhuran????? Semuanya tergantung kepada hati kita masing-masing dalam menjalani misi dan visi kehidupan kita. Jika kita berorientasi uang, maka seluruh hidup akan dipergunakan untuk mengejar uang itu, apapun yang ia perbuat akan berujung pada UUD (ujung-ujungnya DUIT). Begitupun dengan pekerjaan, harta, cinta dan lain sebagainya. Jika tidak memperoleh keinginanmu dengan harta, pangkat, pujian dkk, apakah kehidupan kita akan berarti??????? Tentu tidak!!!!!! Karena orientasinya memperoleh, mendapatkan, memiliki. Jika tidak ada ditangan dari semua keinginanmu, tentu kecewa. Kecewa satu ditambah kecewa dua ditambah kecewa tiga dan seterusnya ujung-ujungnya STRESS. Namun berbeda jika seluruh kehidupan kita, kita persembahkan kepada ALLOH, maka kehidupan kita pasti akan bahagia. Why????? Karena dasar kita bertindah itu mengabdi, mempersembahkan kepada yang di CINTA. Enak dan tidak enak, pasti akan bahagia. Karena kita mempersembahkan kehidupan ini kepada yang Di Cinta tadi. Dan yang di Cinta itu akan membalas dengan kehidupan yang lebih baik, entah di dunia maupun diakherat. Contoh nyata, dalam bulan Ramadhan, orang berpuasa, padahal orang berpuasa, dari sudut Hedonisme, tentu tidak enak. Karena tidak boleh makan dan minun serta ngesek. Tetapi karena ini adalah perintah yang menuntut pengabdian maka enak tidak enak harus dijalani. Menjalaninya ternyata banyak orang memperoleh kebahagiaan. Dari sudut orang awam, ketika berbuka, tentu makannya sangat enak sekali, karena luaper. Dari sudut kejiwaan, tentu menjalani perintah ALLOH adalah kemulyaan sendiri karena diperintah oleh Yang Di Cinta. Dari sudut Ruh?????? Tidak bisa dikalimatkan. Contoh lagi, sedekah, infak, dan zakat. Dari sudut ekonomi, untung dan rugi, pasti orang bersedekah atau zakat itu rugi, karena melepaskan harta benda kita kepada orang lain. Modal kita berkurang. Namun karena perbuatan itu di dasari dengan Cinta pengabdian, maka tidak menjadi perhitungan untung dan rugi, tapi sudah menjadi kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa diungkapkan. Begitupun dengan sholat, contoh lain, kalau dilihat dari sudut kelelahan dan kemalasan, maka sangat membosankan sekali. Tetapi karena didasari cinta, maka semuanya menjadi sangat indah. Sholat wajib, sholat tarawih, sholat tahajud, sholat dhuha de el el, merupakan sarana mengekspresikan cinta kepada Yang di Cinta. Itu intinya.
Tetapi itu semua, sekali lagi, tetap dari sudut kita dalam memandang. Cara pandang seseorang bisa diukur dari sudut ilmu yang ia peroleh. Kalau ia hanya mengukur dalam tataran fiqh, maka ia akan memandangnya dari sudut Halal Haram saja. Kalau melihat dari sudut Toriqoh, maka ia akan memandang CARA saja. Kalau ia memandang dari sudut Hakikat, maka ia akan terlalu mengutamakan SUBTANSI. Kalau memandang dari sudut Makrifat, ia hanya akan memandang Yang Di LUAR SANA. Tentu idealnya semuanya harus saling berkaitan, Syariate syariat, syariate toriqoh, syariate hakekat, syariate Ma’rifat, Toriqohe syariat, thoriqohe toriqoh, toriqohe Hakikat, toriqohe Ma’rifat, begitupun dengan HAKIKAT dan MA’RIFAT.
Karenanya dari sini kita bisa melihat, bagaimana orang memandang Bulan Ramadhan kemarin??????? Bagaimana orang memandang dan merasakan Hari Raya kemarin??????. Seorang teman mengeluhkan, “ hari raya kemarin kok tidak terasa ya????. Semakin lama hari raya tidak memiliki ngeh dalam hati”. Sebenarnya pernyataan ini, banyak dirasakan oleh orang. Banyak orang merasakan kehampaan di Bulan Ramadhan dan Hari Raya. Mereka melihat tingkat polah manusia yang tidak mencerminkan orang yang berpuasa dan orang yang merasakan kemenangan, di Hari Raya. Entah sadar ataukah tidak sadar, kemenangan yang di agungkan, banyak didengungkan dan diaku-aku sebagai hari kemenangan. Padahal kemenangan itu hanya bagi mereka yang berjuang. Tidak berjuang kok mengaku menang, apa itu bukan mengaku-ngaku. Apa sudah merasa menang, sedangkan nafsunya masih terus menjajah dirinya?????? Apa masih mengaku menang jika di dalam hatinya masih ada dendam, marah, iri hati, dengki????? Kalau masih ada dalam hati sifat-sifat itu berarti belum memperoleh kemenangan. Karenanya hari rayanya tidak merasakan kemenangan. Paling mengaku-ngaku. Anehnya, ini hampir dialami banyak orang!!!!!!!! Karenanya, kita mungkin masih perlu puasa lagi dan puasa terus menerus. Bukannya harus tidak makan, tetapi subtansinya, puasa melawan nafsu angkara murka. Terus menerus sampai nanti lebaran. Lebarannya dan hari Rayanya nanti di Hari Akherat. Kemenangannya setelah bertemu dengan Yang Di Cinta. Di dunia ini kita puasa. Bukankah Kanjeng Rosul pernah bersabda yang intinya, Dunia itu penjara bagi Mukminin, dan Surga bagi orang Kafir. Maksudnya, dalam dunia ini kita ini seakan akan kita terpenjara, ndak boleh ini ndak boleh itu. Dan orang kafir bebas bebas saja, tidak mengenal halal haram. Ya memang benar??????? Bukankah kita di dunia ini diibaratkan Tamu. Tuan rumahnya ALLOH. Yang namanya tamu, kalau disuguhkan makanan dan dipersilahkan baru boleh makan, itu namanya tamu baik. Coba anda bayangkan, jika ada tamu yang belum dipersilahkan tapi sudah makan ini dan makan itu, itu namanya tamu kurang ajar. Mungkin itu yang bisa dibuat gambaran. Kita makan, makan yang dipersilahkan ALLOH. Kita tidak makan, apa yang dilarang oleh ALLOH. Siapa tahu yang tidak boleh dimakan itu ada RACUNNYA. Begitupun dengan tingkah pola hati pikiran serta perbuatan kita. Harus diatur agar tuan rumah tidak marah dengan kita. Jika kita ihklas mengikuti aturan Tuan Rumah, pasti tuan rumah itu akan senang dan akan banyak memberikan hadiah-hadiah kepada kita. Tetapi kebahagiaannya bukan hadiah itu, tetapi kepedualian dan kasih sayangnya serta keramahan dan kesejukan menyambut kitalah yang membuat kita berbunga-bunga. Itu hanya akan terjadi jika kita mengekang nafsu keliaran kita, mengikuti aturan tuan rumah. Mengekang nafsu itulah inti dari puasa Ramadhan. Karenanya semangat Bulan Ramadhan harus kita tanamkan dalam hati, sampai sepanjang MASA. Biar kita menemukan kemenangan sejati. Kemenangan Hari Raya. Kebahagiaan sejati. Kemenangan itu akan kita rasakan. Merasakannya sepanjang masa. Puasa sepanjang masa. Hari Raya sepanjang Masa. Kemenangan Sepanjang Masa. Kebahagiaan sepanjang Masa.
Rabu, September 30, 2009
Ramadhan Sepanjang Masa
Diposting oleh Goze IsnoLabel: Tasawuf
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar