Suatu hari aku bertemu dengan beberapa alumni SMA Negeri 3 Mojokerto dimana aku mengajar disitu. Ada yang sudah menjadi tentara, polisi, pegawai negeri dan konon juga ada yang sudah menjadi pekerja-pekerja sukses lainnya. Tentunya dengan gaji yang berlimpah menurut standar masing-masing. Mereka kemudian mencium tanganku sebagai bentuk taqdim mereka kepadaku sebagai guru yang kebetulan pernah mengajar mereka. Aku mendoakan mereka sebagaimana aku mendoakan kepada setiap manusia yang bertemu denganku dengan “mudah-mudahan Allah membarakahi hidup mereka”. Mungkin dalam perspektif kesejahteraan dan kehormatan di masyarakat mereka sepertinya melebihi kami sebagai guru-guru. Namun dalam perpektif lain mungkin tidak. Kenapa? Aku mengibaratkan guru itu seperti tangga. Tangga itu bertugas untuk mengantarkan orang yang menginjaknya menuju ke atas dan tidak pernah mengharap untuk ikut naik ke atas. Karena tugasnya untuk menaikkan orang menuju ke tempat yang lebih tinggi. Namun bukan berarti kemulyaan itu letaknya di ketinggian itu. bisa jadi tempat yang rendah semacam tangga di mata Allah lebih tinggi derajatnya daripada orang yang menginjaknya yang mencapai ketinggian itu. Tergantung bagaimana Allah menempatkan kita pada maqam kita masing-masing dan memaksimalkan apa yang diberikan Allah pada kita. Itulah derajat.
Selasa, Mei 19, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar