Minggu, Juli 24, 2011

Pelangi di Desaku

Pelangi di Desaku

Jika orang sibuk berbicara tentang Bhineka (baca: Plural, Multikultur), maka tengoklah desa-desa di daerahku, Ngimbang Lamongan. di Daerahku menampung beragam budaya yang kaya dan unik. dan juga menampung beragam aliran, agama dan kepercayaan lainnya. Ada NU, Muhammadiyah, LDII, Kristen, Kejawen dan lain sebagainya.
Semua kepercayaan berpadu dalam kerukunan dengan meninggalkan letupan konflik yang bisa saja terjadi jika ada "korek api". Namun sejak kecil saya belum pernah menyaksikan konflik konflik itu. mayoritas masyarakat dirumahku adalah "NU Kultural". Kenapa saya katakan demikian? karena kami tidak mengetahui apa itu NU? Peran NU? Fungsi Nu? Bahkan kiprah Nu di masyarakat sendiri tidak ada......Yang terpenting, yang kami pegang, amal ibadah yang diajarkan guru guru kami, ada qunut, tahlilan, dzikir bersama habis sholat, ikut kendurian, manaqiban. Baru saya benar benar tahu bahwa itu semua amaliah Nu, setelah kuliah.
Tetangga sawah saya, adalah orang Muhammadiyah. dia kupanggil Mbah Yun. Kami akrab dengan beliau. kami sering diskusi dengan beliau. Yang pada titik akhirnya, pendapatmu silahkan pendapatku silahkan......
Tetapi anehnya orang Muhammadiyah ini ahli dzikir. Kemana mana bawa tasbeh. Sampai yang membuatku heran, waktu kuliah dulu, saya diramal bakal menjadi PNS, dan anehnya benar.
Tetapi rata rata kita tidak pernah berkonflik dengan orang Muhammadiyah. Persepsi masyarakatku hanya membedakan bahwa orang Muhammadiyah itu tidak mau Tahlilan, ndak ada Qunut subuh, Tarawehnya cuma sedikit, menghalalkan makan YUYU, dan lain sebagainya.
Jika ada orang Muhammadiyah meninggal, yang barangkali tidak seguyub (rukun) yang ada di NU, yakni semua tetangga berkumpul.........

LDII, meskipun oleh Ustad Hartono Jaiz disesatkan, tetapi bagi kami mereka tetap tetangga kami. Yang kami bermuamalah dengan mereka. Urusan sawah, tokoh, jual beli, bahkan jodoh sekalipun, semuanya baik baik saja. Masyarakatku, menilai LDII, itu jilbabnya aneh. Terus kalau habis Adzan ndak ada pujian..........
Mengenai pujian, saya punya cerita menarik. Dulu waktu saya masih SMA, saya disuruh kyai saya menangai anak "Idiot", pokoknya setengah sadar. Waktu sholat ashar di jalan jalan di depan Masjid LDII. karena belum adzan adzan, dia segera masuk Masjid LDII dan mengumandangkan adzan. Setelah Adzan dia langsung pujian di speaker. Apa yang kemudian terjadi????? Seluruh orang LDII keluar semua......wk wk wk.......


Orang Kristen. Meskipun kita berbeda keyakinan tetapi masyarakatku tetap bermuamalah baik dengan mereka. Terbukti mertua saya juga mau meminjami sawahnya untuk dikerjakan orang Kristen karena ia termasuk golongan orang tidak mampu dan tidak punya sawah. Tetapi memang terkadang ia sering mendakwahkan agamanya, namun semua orang kampungku, meskipun mereka tidak sholat, semua menolak ocehannya. Tetapi memang pernah ada yang masuk ke agama mereka, tetapi itu bukan urusan aqidah tetapi urusan EKONOMI.
Kejawen. Meskipun masih bercokol kuat, sekarang sudah banyak yang diusia senja mereka akhirnya mereka banyak yang sholat. Alhamdulillah.

dan perlu saya gambarkan, pernah di desaku dimasuki oleh Jamaah Tabliq (yang pake jubah jubah putih) tetapi masyarakatku menolaknya, karena mereka cenderung konfrontasi dengan masyarakat sekitar. Mereka kurang memahami unggah ungguh sebagai tamu.

Sekilas gambaran diatas, menggambarkan bahwa pluralitas itu adalah keniscayaan (maaf ini bukan pluralisme), karena bagaimana kemudian kita menyadari keberbedaan itu. untuk dipahami dan dimengerti. sehingga setelah memahami kita akan menjadi sebuah masyarakat yang rukun yang saling memahami. Sekali lagi memahami warna warni, yang tentu itulah keindahan pelangi.

salam damai

0 komentar:

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*