Minggu, Juli 24, 2011

Zaman Palsu ditimpa Bencana (AGus Sunyoto)

Zaman Palsu ditimpa Bencana
Dalam sebuah Sarasehan bertema ‘Bencana Alam dan Bencana Kemanusiaan di era Global dalam pandangan sufisme’ yang diselenggarakan Institut Keagamaan Al-Azhar dengan narasumber Guru Sufi, seorang dosen senior bernama Ulul Albab memunculkan pertanyaan yang selama ini dianggap telah membingungkannya, yaitu seputar kebijakan aneh dan tidak terfahami Yang Mahakuasa terhadap saudara-saudara sebangsanya yang sangat keras. “Entah atas pertimbangan apa, kita semua mendapati Yang Mahakuasa dengan amarah berkobar-kobar telah menimpakan adzab berupa bencana sambung-menyambung kepada saudara-saudara sebangsa kita dalam bentuk gempa bumi, air bah Tsunami, tanah longsor, lumpur Lapindo, hujan dan angin puyuh, angin puting beliung, banjir bandang,pPohon-pohon tumbang, banjir rob, kebakaran kampung, kebakaran hutan, kebakaran pasar, serangan virus flu burung, kepungan virus flu babi, serbuan ulat bulu, naiknya lintah laut ke darat, tawuran massal antar kampung, tawuran missal antar fakultas, tawuran antar pelajar, kecelakaan massal di laut dan di darat dan di udara, wabah DBD, wabah ISPA, diare, Malaria, HIV/AID, dst, dst...dengan korban beratus-ratus ribu orang. Kenapa ini bias terjadi, wahai Pak Kyai?” tanya Ulul Albab serius.
Guru Sufi memandang tajam ke arah Ulul Albab. Beberapa jenak kemudian, Ulul Albab melanjutkan kata-kata, “Semua petaka itu mengherankan saya, Mbah Kyai. Sebab di tengah arus globalisasi sekarang ini, selain saya saksikan suasana tenang dan damainya kehidupan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipinna, dan Australia, saya mendapati kegiatan keagamaan yang dilakukan masyarakat sebangsa kita berkembang lebih menggembirakan. Fakta menunjuk bagaimana masjid-masjid mewah berkubah emas dibangun masyarakat, pengajian-pengajian dilakukan umat di kantor-kantor, hotel-hotel, sekolah-sekolah, radio dan televisi, artis-artis dan pelawak-pelawak pun pintar berceramah agama, partai-partai politik diagamakan, ibadah umroh dan haji dimudahkan dengan KBIH-KBIH dan biro-biro perjalanan sehingga umat berbondong-bondong berangkat seperti wisata, amar makruf nahi munkar dilakukan dengan tegas oleh kelompok-kelompok umat yang militan, gerakan aksi menentang pornografi dan pornoaksi marak dilakukan, makanan dan minuman sudah diberi label halal oleh Majelis Ulama sehingga tidak membuat orang ragu-ragu dalam memakan makanan, pendek kata semua kegiatan keagamaan dilakukan oleh bagian terbesar bangsa kita dalam berbagai kesempatan. Tapi kenapa hasilnya justru bencana yang menimpa bangsa kita? Kenapa ini bisa terjadi, Mbah Kyai? Bukankah yang pantas ditimpa bencana itu adalah umat-umat kufur dan munafik dan zhalim seperti umat di jaman Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Shaleh, Nabi Syu’aib, Nabi Musa AS?”
Guru Sufi diam. Ulul Albab dan semua peserta sarasehan juga diam. Ulul Albab merasa, semua peserta sepertinya membenarkan keheranannya yang seperti menggugat ‘ketidak-adilan’ Yang Mahakuasa. Namun setelah hening beberapa jenak, Guru Sufi balik bertanya,”Apa sampeyan pernah makan bakso?”
“Tentu saja pernah, Mbah Kyai,” jawab Ulul Albab heran dengan pertanyaan Guru Sufi yang dianggapnya tidak relevan dengan pertanyaannya,”Memangnya ada kaitan apa pertanyaan saya dengan bakso, Mbah Kyai?”
“Apakah sampeyan yakin kalau pentol bakso itu terbuat dari daging sapi dan tepung yang benar-benar murni bahannya? Apakah sampeyan yakin di dalam pentol bakso itu tidak ada campuran bahan borak, formalin, daging tikus, daging babi? Apakah sampeyan juga yakin kalau saus bakso dibuat dari tomat asli dan tidak dari bahan pepaya dan ubi yang dicampur cat pewarna dan formalin dan essense rasa tomat?” ujar Guru Sufi.
Ulul Albab diam. Semua peserta sarasehan saling pandang satu sama lain. Lalu diam.
“Di jaman global ini,” sahut Guru Sufi seperti menjawab pertanyaannya sendiri, “Kalau kita melihat sesuatu hanya dari tampilan yang tampak di permukaan, maka kita akan tertipu oleh panca-indera kita yang terbatas sebagaimana kita melihat bakso dengan sausnya. Sebab masyarakat di jaman global ini adalah masyarakat konsumer yang hidup dikelilingi rimba raya komoditi, iklan, tontonan, kuis, produk-produk, status, simbol, prestasi, dan prestise palsu. Dikatakan palsu, karena jika kita mencermati dengan nurani yang bersih tentang apa yang sejatinya ada dan terproses di balik tampilan-tampilan segala sesuatu di sekitar kita, maka kita akan menemukan betapa di hampir seluruh sisi kehidupan yang tampak di sekitar kita, sejatinya diliputi oleh kepalsuan-kepalsuan yang menyesatkan.”
“ Kita mau mengkonsumsi bakso, roti, susu, telur, krupuk, ikan asin, terasi, petis, daging ayam, daging sapi, buah-buahan, sayur-sayuran, bumbu, minyak goreng, atau permen saja sudah sangat sulit menemukan yang benar-benar terbuat dari bahan alami, murni dan sehat. Kita hampir selalu menemukan segala sesuatu yang kita konsumsi dibuat dari campuran bahan tiruan, zat pengawet, zat pewarna, zat pengempuk, insektisida, dan bahan-bahan sintetis palsu. Kita mendapati hampir semua produk makanan, minuman, pakaian, perhiasan, alat elektronik, ilmu pengetahuan, lembaga pendidikan, status, simbol, dan prestise-prestise bersifat virtual. Palsu. Dengan mata hati yang jernih, kita akan melihat bahwa hidup kita ini benar-benar dikelilingi belantara kepalsuan. Imitasi. Manipulasi. Sintetik. Tiruan. Gadungan. Virtual.”
“Apakah memakan bahan makanan yang palsu bisa membuat kehidupan orang menjadi penuh kepalsuan, Mbah Kyai?” tanya Dalgejo yang duduk di samping Ulul Albab.
Seperti tak perduli dengan pertanyaan Dalgejo, Guru Sufi berkata keras,”Umat di jaman Global ini, sedang sibuk mengembangkan disiplin pengetahuan baru yang disebut scientific virtual, yaitu ilmu pengetahuan membuat segala sesuatu yang palsu. Jadi apa pun yang ada direkayasa sedemikian rupa menjadi tiruan, imitasi, sintetik, virtual, palsu. Bukan hanya makanan yang menggunakan bahan-bahan sintetik palsu, melainkan fisik manusia pun diubah menjadi palsu mulai hidung palsu, dagu palsu, alis mata palsu, payudara palsu, sampai keperawanan palsu. Sungguh, kita sekarang ini hidup di dunia yang palsu dan sengaja dibikin palsu, sehingga hampir tidak ada sesuatu yang asli. Jangankan bahan makanan, janji pun dibikin menjadi janji palsu. Bahkan sekarang ini, ke mana pun kita berada, selalu dikelilingi segala yang serba palsu mulai SIM palsu, ijazah palsu, sertifikat tanah palsu, uang palsu, polisi palsu, tentara palsu, pejabat Negara palsu, undang-undang palsu, surat keputusan mahkamah palsu, pemimpin palsu,guru palsu, nabi palsu, agama palsu, bahkan tuhan palsu.”
“Waduh bagaimana ini, Mbah Kyai, kalau semua sudah jadi palsu?” tanya Dalgejo.
“Ya yang bias bertahan hidup adalah manusia-manusia palsu dengan jiwa palsu.”
“Manusia palsu berjiwa palsu, bagaimana itu maksudnya, Mbah Kyai?” tanya Dalgejo.
“Ya manusia yang fisiknya dibentuk dari sel-sel tiruan sehingga membentuk organ yang disebut Cyborg – Cybernetic Organism,” kata Guru Sufi menjelaskan,”Sedang jiwanya bukanlah jiwa manusia melainkan jiwa siluman pesugihan seperti Nyi Blorong, Babi Ngepet, Tuyul, Kebleg, sehingga apa pun yang mereka lakukan adalah semata-mata untuk menumpuk harta benda sampai dirinya tertimbun di bawah benda-benda dan status-status.”
“Mengerikan sekali, Mbah Kyai. Tapi bagaimana caranya agar saudara-saudara kita bisa sadar kembali bahwa mereka sejatinya sudah tergoda oleh setan.”
“Caranya adalah sesuai jawaban untuk pertanyaan saudaramu, Pak Ulul Albab yang kebingungan menyaksikan fenomena sekitar bencana alam dan musibah yang secara ganti-berganti menimpa bangsa yang kelihatannya qana’ah, wara’, jujur, ikhlas, tan pamrih, sebagai orang-orang beriman dan bertaqwa ini. Maksudnya, bencana yang dicurahkan Tuhan untuk bangsa ini, semata-mata untuk membersihkan jiwa mereka dari hantu pesugihan yang gelap mata dan gelap pikiran yang terselubungi benda-benda,” kata Guru Sufi.
“Alamak, bisa-bisa awak ikut kena bencana,” sahut Sukijan yang duduk di belakang Ulul Albab,”Karena hati awak masih penuh sesak dijejali benda-benda dan hewan buas yang serakah.”

0 komentar:

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*