Kamis, Desember 03, 2009

Quantum Iman




Idealnya orang beriman itu Imannya kuat dan semakin kuat. Karena seiring dengan umur dan bertambahnya ilmu, hijab dirinya dan Allah semakin terkikis. Allah terlihat nyata, malaikat nyata, alam kubur nyata, akherat nyata dan semuanya nyata. Maka tidak ada alasan lagi untuk tidak beriman. Dalam bahasa sufi dikatakan untuk bisa beriman yang semakin bertambah, memang ada tingkatan-tingkatan di dalam prosesnya. Tingkatan yaqin, yang hanya sekedar yakin. Percaya bahwa api itu panas, percaya bahwa pisau itu tajam, percaya bahwa batu itu keras. Namun ia belum mencobanya. Setelah dia mencoba dengan memegang api dan ternyata panas, atau membelah apel dengan pisau dan memukul batu itu, dan ternyata hasilnya, panas, tajam dan keras, maka dia semakin yakin dan pada tingkatan ini dia masuk ke dalam ainul yaqin. Dan tingkatan terakhir, manakala dia dan benda itu identik, maka dia sudah masuk ke dalam haqqul yakin, karena sudah seakan-akan tidak bisa dibedakan. Antara api dan panas, itu identik. ITU IDEALNYA.
Namun pada kenyataannya, seringkali iman itu minus alis yankus, berkurang. Kadang bertambah sedikit dan kadang tambah berkurang banyak. Iman terkadang mengikuti mod. Kalau pas modnya baik dia akan bertambah imannya dengan sering sholat dan rajin mengaji. Namun jika modnya lagi bete maka Imannya juga ikut bete. Wah......wah itu tingkatan iman nomor berapa ya???????? Tapi itu masih mending. Ada yang mengaku beriman tetapi tidak menjalankan sholat dan mengaji serta ritual-ritual agama lainnya. Dalam bahasa Van Brunsens disebut kelas ABANGAN. Dalam bahasa saya, itu adalah kelasnya Iblis dan syetan. Iblis itu beriman kepada ALLOH, cuma tidak menjalankan perintah ALLOH saja. Siapa bilang iblis tidak beriman? Iblis itu ma’rifatullah. Dalam keterangan surat al-baqarah ayat 30 dan seterusnya, Iblis bersama dengan malaikat diberi kabar berupa akan diciptakannya manusia, dan iblis melakukan pembangkangan. Artinya iblis pernah bercakap-cakap dengan Allah. Dan bercakap-cakap itu mesti melihat kecuali pake HP atau alat-alat lainnya. Jadi, orang yang percaya saja tetapi tidak beriman itu kelasnya iblis dan syetan. Yang lebih parah dari Iblis dan syetan itu adalah orang ateis. Iblis dan syetan saja masih percaya dengan ALLOH, namun ateis?????????PARAH.
Mengenai Iman ini biasanya saya sering mengkaitkan dengan teori fisika. Dalam teori gerak dan kecepatan ada istilah GLB (Gerak Lurus beraturan) dan GLBB (Gerak lurus tidak beraturan). GLB itu geraknya lurus dan beraturan sesuai dengan syariat. Sama dengan Iman, Iman itu idealnya lurus dan beraturan serta tidak berubah. Dia malah terus bertambah dan bertambah. Namun kenyataannya seringkali gerak itu tidak lurus alias berubah. Bukankah hal itu sama dengan iman yang senantiasa berubah??? tidak lurus-lurus!!!! memang kenyataannya demikian, tetapi jangan lupa, meskipun berubah tetapi tetap beraturan. Artinya, kalau keimanan kita berubah jangan lupa untuk meluruskan dengan keimanan yang beraturan. Sehingga anda tetap mengikuti jalan lurus. Coba anda kalau tidak lurus dan kemudian tidak bergerak untuk menuju ke pada keberaturan maka anda dipastikan akan sesat. Mungkin begitu cara supaya iman tetap ada dan bertambah kuat.
Memang,untuk bisa sampai ke tingkat Iman yang bertambah dan kuat, memang penuh liku dan perjuangan yang harus tidak mengenal lelah. Terkadang diiringi dengan masuk kedalam lubang dan lumpur hitam, namun jika dia bangkit dan berjalan menuju Allah pasti dia akan menemukan iman yang sejati. Terkadang dia masuk ke dalam gelapnya malam. Namun jika dia terus berjalan dan meraba-raba untuk menujunya pasti dia akan menemukan. Terkadang memang dia berjalan terus di siang hari dengan bantuan sinar matahari, dan dia menemukan Allah. Semuanya dalam rangkan menuju-HUWA.
Begitupun dengan saya, saya tidak mulus-mulus untuk bisa mampu memiliki iman yang kuat. Saya belajar dari sebuah kesalahan. Kesalahan yang menghantar untuk menemukan kebenaran. Mungkin Allah mendidik saya lewat kesalahan. Dengan memahami kesalahan maka saya menemukan kebenaran. Mungkin hal yang sama dengan menemukan malam maka dia akan menemukan siang. Menemukan gelap maka dia akan tahu terang. Ceritanya panjang. Dan saya singkat dalam tulisan ini.
Saya terlahir bukan dari keluarga santri. Kedua orang tua saya tidak sholat, hanya beberapa tahun belakang ini mereka baru melaksanakan sholat. Namun anehnya, saya sangat rajin melaksanakan sholat dan rajin mengaji. Kemungkinan besar karena pengaruh dari teman-teman paman saya yang waktu itu adalah pemuda kampung yang sedang bergiat membangun Islam di desa. Pemuda satu kampung tidurnya dirumah saya. Dari percakapan dan pergaulan dengan mereka akhirnya saya tertarik untuk sholat dan mengaji di LANGGAR. Aktifitas sholat dan ngaji saya ini, menjadikan anak-anak di desa mengikutiku, hingga tidak terasa seluruh anak kampung sholat semua di LANGGAR. Masih teringat ngaji bersama yang penuh dengan keceriaan. Kami memiliki sosok guru yang sangat kami idolakan. Dia kami panggil Gus di Nardi. Dari beliau kami mengingat cerita-cerita para nabi yang sampai sekarang masih begitu lekat di memori. Kami seakan benar-benar melihat sosok nabi Muhammad ada di depan kami ketika gus di bercerita. Karena Gus di memaparkan dengan penuh antusias dan menghubungkan keadaan Nabi Muhammad yang mengembalakan kambing sama seperti kami yang juga mengembalakan kambing. Di sela-sela cerita belia menyindir kami, nabi Muhammad tidak pernah mencuri mangga. Haaaaaa.........kami sering mencuri mangga dan jagung.....he...he...........
Kelas 5 SD, saya sudah khatam al-Quran dan menjadi satu-satunya seangkatan saya yang lulus hingga khatam. karena teman-teman di kampung rata-rata mrotoli. Pasca khatam, saya hampir-hampir tidak menemukan keilmuan Islam yang lebih. Paling-paling yang saya lakukan adalah mengaji al-Quran kembali dan khatam hingga berkali-kali. Hingga saya SMP saya banyak mendapat ilmu dari guru agama di SMP saya.
Tetapi ada fenomena menarik disekitar saya, yang awal, saya menganggap itu adalah sebagai ukuran orang berilmu. Pemuda-pemuda di desaku, kebanyakan mereka suka wirid-wirid, dan mereka mempraktekkannya dalam arena permainan pertempuran kanoragan. Mereka juga bisa melakukan pelet, masuk ke dalam mimpi, memiliki rajah-rajah, serta mampu mendeteksi orang yang bersekutu dengan jin untuk mendapatkan kekayaan. Anehnya bagiku itu ukuran kehebatan orang yang disebut Islam. Persepsi saya ini ternyata banyak diamini oleh penduduk kampung. Hal ini terbukti dari kembalinya Ustad Saifuddin zuhri dari Pondok di Pujon Malang, banyak dimintai amalan amalan-amalan untuk menjaga diri. Tidak lain dan tidak lebih. Memang terkadang beliau ceramah di masjid maupun mushola kami, namun kami tetap menganggap kedigdayaan itulah ukurannya. Maka tidak salah seorang da’i itu harus bisa sembur, tutur, muwur. Ya bisa nyuwuk (doa-doa), ceramah juga bisa, dan memberi sesuatu kepada penduduk kampung(dermawan).
Namun saya mengalami kekecewaan dengan melihat out put yang dihasilkan dari pemuda yang menggunakan atau belajar dengan pola-pola mengedepankan kanuragan. Banyak diantara pemuda-pemuda pasca menikah, mereka kemudian tidak sholat. Kenapa? Saya terus berpikir, dan akhirnya saya menemukan bahwa mereka tidak dibekali dengan ilmu tauhid yang benar dan syariat yang benar pula. Akhirnya mereka banyak yang terseret kepada kehidupan yang menuruti nafsu-nasfu rendah.
Fenomena ini menjadikan saya bertekad dalam hati, saya tidak boleh seperti mereka. Saya harus mempelajari ilmu tauhid dan syariat disamping ilmu-ilmu kanuragan yang saya idolakan. Namun saya tidak punya guru untuk belajar itu semua. Mau mondok????? orang tua mencak-mencak. Karena dalam keluarga sampai tujuh keturunan ke atas semuanya tidak ada yang mondok. Mereka rata-rata jadi petani. MAU APALAGI????
Hingga usia SMA, saya baru menemukan keilmuan yang baru. Pertama, saya menemukan guru agama yang spiritualis, beliau adalah Ustd. Zainal Abidin. Beliaulah yang membimbing saya dan menjawab segala pertanyaan-pertanyaa kritis saya tentang fiqh, tauhid, akhlak dan lain sebagainya. Termasuk juga beliau yang memperkenalkan kepada saya Hizb-Hizb. Pada waktu itu beliau masih berusia 25 tahun. Beliau dengan saya seperti teman. Saya sering mengantar pulang pergi ke sekolah. Terkadang saya di ajak ke kyai-kyai. Beliau sendiri alumni IAIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus juga alumni beberapa pondok di Jawa Timur. Dari beliau pula saya disarankan ke IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pada masa-masa Ninja, Saya diajak Ust. Zainal Abidin, waktu itu beliau adalah ketua Banser Kecamatan Bluluk Lamongan, untuk melakukan pengisian massal. Saya mengikutinya dan tubuh saya dirajah dengan sebelumnya mandi tengah malam terlebih dahulu. Tubuhku menggigil dan pengaruhnya luar biasa, ingin tawuran. Pengisian yang kedua dilakukan di Masjid Desa Sumber Gondang, saya disuruh minum air dan kita semua anggota Banser disuruh bergandengan kemudian diisi oleh seorang kyai. Setelah prosesi pengisian selesai, kami langsung dijadikan ajang praktek. Tiap peserta maju persatu kemudian ditusuk dengan sebuah keris, KEBAL. Tetapi aku takut dan tidak berniat untuk mempraktekkannya. Perkenalan dengan dunia gaib itu menjadikan saya menikmati suasana-suasana yang berbeda. Namun pak Zaenal Abidin, tetap membimbing saya jangan sampai terjebak kepada keakuan. Dan belakang beliau kemudian mencoba membuang ilmu-ilmu itu. Itu terbukti dari nasehat-nasehat beliau tentang kepasrahan.
Kedua, Selain berinteraksi dengan Ustad Zainal Abidin, saya memiliki sebuah perkumpulan pemuda-pemuda di tetangga desa saya yang kemudian hari dinamakan jamaah wiridan Rotibul Haddad. Pertama kali berkenalan dengan mereka, saya tertarik dengan sebuah atraksi yang ditampilkan. Orang menyebutnya dengan istilah karomahan atau setruman. Karomahan ini sebentuk gerakan-gerakan tanpa sadar yang tiba-tiba kita digerakkan. Misalnya anda ingin tahu jurus kera sakti atau beladiri cimande, maka anda akan dituntun oleh sebuah kekuatan gaib untuk menggerakkan seluruh tubuh sesuai dengan keinginan anda. Anda sadar tetapi bisanya hanya mengikuti gerakan itu. Saya tertarik dan ingin sekali di SETRUM. Akhirnya tiap malam saya pergi ke desa sebelah yang kita melaksanakan wiridan rotibul haddad. Tidak berapa lama saya pun bisa memiliki ilmu karomah itu. Saya sangat senang dengan jurus-jurus yang bergerak-gerak tanpa saya harus belajar ribet disebuah perguruan silat. Tidak hanya sekedar itu, saya pun memiliki ilmu kegaiban berupa terawang, yang mampu menembus alam jin. Itu saya dapatkan tidak sengaja, karena mungkin rajinnya aku dzikir tiap detik itu-lah yang terbuka hijab itu atau karena jin???? Yang jelas aku mulai merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
Dari teman-temanku di jamaah wirid, saya-lah yang mendapatkan ilmu itu selain Gus Nur, pemimpin dari kelompok kami, selain terawang juga mampu memanggil roh. Hingga suatu saat, saya diajak ke kyai yang mengajarkan rotibul haddad itu. Di sana saya berkenalan dengan beliau. Dari perkenalan itu saya akhirnya tahu bahwa beliau bernama Haji Mas’ud, beliau murid langsung dari Syekh Alawi al-Maliki Mekkah al Mukaromah selama 13 tahun. Syekk Maliki konon katanya adalah wali qutub pada masa itu. Setelah berkenalan itu saya dipanggil sendirian. Saya langsung diminta sama beliau untuk melihat secara gaib pondok pesantrennya, yang seringkali dikirimi santet oleh seseorang. Dalam penerawangan saya, saya akhirnya tahu bahwa di pondok itu banyak macannya, artinya yang menjaga itu kuat-kuat. Beliau tersenyum-senyum. Sejak perkenalan dengan Haji Mas’ud itu, saya menjadi sering ke pondok pesantren. Bahkan akhirnya menjadi orang kepercayaan beliau hingga saya memutuskan untuk kuliah baru terputuslah kepercayaan itu. Selain ikut dzikiran, saya juga belajar kitab kuning kepada beliau. Disitu saya banyak menyerap ilmu-ilmu agama. Namun sepertinya antara kyai dan Gus nur berbeda (disini saya perlu konfirmasi, bahwa kyai saya bersih dari kesyirikan dan wirid rotibul hadad murni dari kegaiban, semuanya adalah salah tafsir kami). Gusnur dan jamaah saya lebih menafsirkan ke sisi gaibnya, dan anehnya saya mengikutinya. Gus Nur sering mengundang roh-roh para wali, dan kita sering ziarah-ziarah dan mendapatkan ijazah gaib dari dunia gaib. Dan kemungkinan ketersesatan saya adalah pada kepercayaan yang penuh terhadap kedatangan para yang saya anggap sebagai rohnya para wali. Akhirnya saya banyak berharap kepada para wali daripada kepada Allah. Saya dzikir bukannya untuk Alloh tetapi untuk menambah kesaktian.
Kenyataannya terbukti saya dan jamaah semakin lama semakin dikenal banyak orang. Saya beserta jamaah sering diundang ke rumah-rumah penduduk kampung dan melakukan pertempuran dengan jin-jin yang mengganggu manusia. Ah rasanya hidup itu penuh dengan kegelisahan, karena kita jadi serba tahu sisi sisi gelap manusia. Pada masa SMA aku sudah seperti dukun yang diundang oleh beberapa orang yang mengeluhkan penyakit, pagar rumah dan lain-lain. Bahkan puncaknya saya pernah diundang menangani santet pada keluarga tentara ( Intel )di Madura. Dan alhamdulillah kami berhasil. Keberhasilan-keberhasilan inilah yang membuat aku bahagia. Hingga masa-masa itu saya senang melakukan riyadloh-riyadloh dengan puasa daud dan dzikir rotibul haddad terus menerus.
Sisi lain, saya pernah berkenalan dengan seorang pertapa dari Nganjuk. Dia saya panggil Cak To, dia memiliki ilmu jawa dan Islam. Dari perkenalan itu saya diberi banyak cerita gaib dari dirinya. Dari ilmu-ilmu sirep sampai ilmu apapun dia pernah lakon-lakon. Dia pernah bertarung dengan jin dengan jumlah sekian. Dia juga pernah diberi benda-benda dari makam-makam yang pernah dikunjunginya. Dia ingin membuktikan ceritanya dengan mengajak kami untuk mengambil keris nogososro, dari jarak 3 km dengan perantara kain putih dan kembang kenongo, ternyata dia mampu mengambilnya. Ah luar biasa.........
Sisi gaib saya itu akhirnya lama-semakin lama, setelah saya kuliah, hilang. Hal ini kemungkinan besar karena saya sudah tidak dzikiran dan khusuk seperti dulu. Puasa daud pun berhenti. Saya sudah disibukkan dengan keilmuan-keilmuan dzohir. Terlebih ketika saya masuk di Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi, hampir-hampir semuanya hilang. Di lembaga Pers Edukasi saya diajari berbagai filsafat. Dari socrates, plato, aristoteles, phytagoras, karl marx, michael foucoul, Sigmund Fredu, Nithcze, Fazlur Rahman, Ali Syariati, Jabiri, dan lain-lain. Kami diajari filsafat, gender, demokrasi, kebebasan, pluralisme dan lain-lain. Sehingga ketika saya kuliah saya menjadi mahasiswa kritis. Kekritisan saya terhadap berbagai teks yang ada menjadikan saya gebyah uyah. Semuanya harus masuk akal dan logis. Kitab kuning yang saya pelajari di Pondok Sidosermo, membuat aku tersiksa karena saya menolak mentah-mentah karena tidak rasional. Begitupun dengan kegaiban-kegaiban yang pernah saya alami, semuanya saya anggap adalah ilusi saya dulu. Kemungkinan saya memang disesatkan oleh imajinasi saya saja. Begitulah perubahan paradigma saya. Hingga banyak teman-temanku yang bilang bahwa saya adalah orang Mutazilah. Bahkan ada yang menyebut Islam Liberal........
Kemajuan dalam bidang keilmuan itu, ternyata tidak diikuti oleh keimanan. Keimananku menjadi semakin merosot. Saya merasakan kekeringan iman. Bahkan mengalami degradasi. Buku-buku yang saya pelajari kebanyakan menyudutkan keyakinan yang aku yakini. Contoh omongannya Karl Mark yang mengatakan agama adalah candu bagi manusia. Saya pikir-pikir memang kenyataannya demikian, banyak orang yang mencari surga tetapi tidak bisa hidup di dunia secara nyata. Mereka lebih terninabobokkan pada akherat sehingga lupa untuk merawat dunia. Sehingga tidak heran orang beragama tidaklah orang yang bisa membangun dunia. Santri-santri hanya berkutat di pondok, sedangkan orang yang rendah keilmuan agamanya yang justru membangun ekonomi, negara dan bangsa. Untuk apa beragama jika tidak untuk kesejahteraan umat manusia??????
Tuhan adalah hasil dari imajinasi manusia, demikian kata Freud. Surga juga demikian. Orang bergama seringkali mengingkari kenyataan di dunia sehingga mereka mendambakan kebahagiaan kelak. Mereka tidak bisa menemukan kebahagiaan di sini. Untuk menutupinya mereka mencari-cari alasan. Rugi nduk ndunyo ra dadi opo rugi akherat bakal ciloko. Mungkin istilahnya demikian. (Lihat kembali teori anak dan bapak Sigmund Freud)
Banyak umat Islam melakukan pembunuhan atas nama al-Quran. Mereka menteror dengan al-Quran. Mereka memaki dengan al-Quran. Apakah memang al-Quran menyuruh demikian???? Kenyataannya dalam al-Quran bisa dijadikan rujukan untuk melakukan pembenaran mereka. Berarti al-Qurannya yang salah ataukah orangnya??? Kalau kita salahkan orangnya, bukankah mereka mengimani al-Quran?
BUAT APA BERAGAMA???????????????????
Dimana bukti adanya ALLAH?
Dimana Bukti adanya Surga????
Dimana bukti adanya akherat???????
Muhammad itu siapa?????? Kenapa dia beristri 9??????? Kenapa Muhammad berperang????????? Hah.........................
Apa itu semuanya tidak ilusi. Semuanya tidak ada buktinya??????? Tidak masuk akal.
Kenapa aku harus beriman?????? Bukankah Iman itu harus tahu terlebih dahulu. setelah tahu baru mengenal, kemudian baru Iman. kenyataannya???????? Keimananku hanya warisan?????? Ah..........................

Dalam titik nadzir itu, saya hampir-hampir tidak percaya dengan Tuhan dan agama. Namun saya tetap sholat. Kegalauan hati ini kemudian aku adukan kepada guru Filsafat Islam kala itu Dr. Wahib Wahab. Dari percakapan dengan beliau saya tertarik dengan jawabannya. Akhirnya saya berguru kepada beliau. Hingga di Mojokerto saya datangi. Saya banyak membaca buku-bukunya. Berdikusi, mengaji dan dan lain-lain. Namun toh, saya tidak menemukan yang saya cari. Saya hanya mendapatkan keahlian keilmuan dan mungkin mendapat jawaban tetapi tetap ada sanggahan lain yang sama-sama juga masuk akal.
Saya mencari dimana saja. Saya ikut aktif di Forum Mahasiswa Masjid Ulul Albab yang beranggotakan PMII, HMI, KAMMI< Hizbu Tahrir. Kami berdiskusi dan berdakwah. Namun tetap belum bisa menjadi kegelisahan hati.
Saya bertemu dengan ROY, aktivis kiri yang sudah bertobat, dia menggabungkan ajaran Karl Mark dengan Islam. Kritis memang, hebat memang dengan segala imajinasinya. Yang belakangan menjadikan saya terinspirasi untuk masuk ke dalam arena dakwah. Namun toh, tetap belum bisa menjawab kegelisahan hati.
Bahkan sampai saya menjadi seorang guru, wacana filsafat itu masih bercokol di kepala. Hingga saya bertemu dengan teman guru Sudarkajin. Beliau banyak berdiskusi dengan saya. Kita banyak mendiskusikan tentang tasawuf. Saya tertarik. Kemudian diajak masuk ke ESQ. Awal ikut ESQ saya terkesima bukan main. Saya mulai menemukan titik terang. Disitu semuanya diterangkan tentang berbagai filosofi kehidupan. Namun kesimpulan saya, belum sampai menyentuh sisi ruhani saya. Saya bisa menangis, bisa khusu’ tetapi pasca training hilang. Padahal suasan spiritual yang saya ketahui tidak demikian. ah!!!!!kenyataannya saya belum menemukan kedamain hati disini.....
Akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah toriqot tentunya dengan meminta petunjuk terlebih dahulu. Saya berharap disini saya akan menemukan kedamaian. Di Toriqot ini kami tidak diajari keilmuan yang muluk-muluk seperti dalam filsafat. Yang teringat dalam memori saya oleh pesan guru kami “ dadi guru iku yo apik, tapi abot. Bejo-bejone guru sing eleng”. Kami disuruh puasa untuk membersihkan hati, minta padange ati. Kami disuruh untuk berdzikir ALLAH....ALLAH.....setiap saat. Kami disuruh untuk mencintai ALLAH (Coba lihat kembali tulisan saya tentang La Ila ha Ilalloh, lama’buda ilalloh, la maksuda ila lloh, la maujuda ila lloh). Kami tidak mendiskusikan tentang ikhlas tetapi praktek ikhlas. Kami tidak mendiskusikan apa itu syukur, apa itu sabar, tetapi dipraktekkan. Kita jangan terjebak perdebatan tidak berarti, tetapi esensinya sendiri tidak kita dapatan. Yang terpenting lillah billah fillah. Melakukan riyadloh bukan untuk bisa ini dan bisa itu. Ayat perintah bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk dipraktekkan hingga masuk kedalam tulang sumsum kita. Kita jangan terjebak pada definisi, tetapii lupa aplikasi. Mungkin itu sebaik-baik iman. Bukankah segala keilmuan yang ada pada muaranya pada akhlak. Di dalam akhlak tercermin iman. Di dalam iman tercermin keikhlasan. Dalam keikhlasan tercermin kepasrahan.........mungkin pada tingkatan-tingkatan orang bisa mempraktekkan nilai inilah orang mampu mencapai loncatan iman atau dalam tulisan saya ini saya namai quantum iman......


Katakanlah wahai para pembaca “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh Alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (Al Anam ayat 162-163).
Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama dan juga melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar) (al Bayyinah : 5)

Ya Allah ampuni kami hambamu yang Dhoif........
Ampuni orang-orang yang tersesat..................
Berikanlah ilmumu untuk memahami kesesatan......
Tunjukanlah kami semua ke dalam jalanmu..................
Jalan yang lurus.......................
Jangan bosan-bosan mendidik kami.....
Berikanlah nasehat-nasehat kepada kami.................
Tunjukanlah yang benar adalah benar..................
Yang salah adalah salah......................
Biar kami mampu melihat wajah-MU..................................

Amin.



SMA N 3 Mojokerto : 11.00
Tanggal 2 desember 2009
Isno S.Pd.I

0 komentar:

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*