Pendidikan adalah salah satu cara dalam melakukan
perubahan. Karena didalam pendidikan ada sebuah proses pembelajaran. Dan
bukankah dalam proses pembelajaran itu ada perubahan dari tidak tahu menjadi
tahu?
Karenanya terapi ketidak tahuan untuk tidak mengatakan
sebagai kebodohan, adalah dengan proses belajar sebagai piranti pendidikan.
Dengan belajar orang menjadi tahu. Dan orang yang tahu pada titik akhirnya akan
muncul sebuah kesadaran. Dan apabila kesadaran telah muncul maka akan
melahirkan perilaku-perilaku atau perbuatan-perbuatan. Jadi untuk melahirkan
sebuah perbuatan atau perilaku, tidak mungkin bila tidak melakukan sebuah
proses pembelajaran. Entah itu dengan proses pembelajaran yang paling sederhana
sekalipun.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah mungkin orang
yang telah melakukan proses pembelajaran tetapi melahirkan perbuatan-perbuatan
yang buruk? Hal inilah yang membingungkan berbagai kalangan. Para koruptor
misalnya, apakah ia tidak pernah diajar PKN, yang sarat dengan pesan-pesan
moral untuk menjaga martabat diri dan bangsa? Apakah orang-orang yang membuang
sampah sembarangan tidak pernah mendapatkan pembelajaran Geografi tentang
kelestarian alam? Apakah orang-orang yang
menggunduli hutan, membakar hutan, merusak alam tidak pernah diterangkan
tentang ayat-ayat kelestarian alam pada pelajaran agama Islam?
Hampir dipastikan bahwa mereka pernah mengikuti
pembelajaran seperti itu di SMA. Karena memang kurikulum ada muatan
pembelajaran seperti itu. Tetapi kenapa pembelajaran yang seharusnya menjadi
pengaruh yang baik, tidak menjadi aksi nyata dalam bentuk perbuatan? Apakah
salah guru dalam mengajarnya? Ataukah memang ada sesuatu yang salah dalam
pendidikan kita.
Barangkali kita perlu menengok, muatan-muatan pembelajaran
yang diajarkan di sekolah. Agar kita bisa melihat, apakah ada yang salah dalam
muatan pembelajaran sehingga tidak menghasilkan perbuatan yang baik ditengah
masyarakat.
Adalah menarik materi pembelajaran dikelas XI semester
kedua pada pembelajaran PAI. Pada sub bab tentang al-Quran, ayat-ayat yang
diajarkan adalah tentang kelestarian alam. Misalnya,
“Telah tampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar
mereka kembali ke jalan yang benar. Katakanlah , “Adakanlah perjalanan di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu. Kebanyakan
dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah (Q.S
Ar-Rum/30: 41-41). Ayat ini membincangkan tentang kesadaran, bahwa kerusakan
alam semesta ini, disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia. Kerusakan di
darat yang berupa banjir, misalnya, itu disebabkan karena tangan-tangan manusia
yang tidak bertanggung dengan membuang sampah sembarangan, penebangan hutan,
pembangunan vila dipegunungan, tata kelola kota yang kurang memperhatikan
daerah serapan, penggalian tanah dan gunung, penggalian pasir, pengeboran sumur
untuk perusahaan minum-minuman besar dan lain sebagainya. Turut menjadi sebab
banjir yang terus menerus menjadi tamu yang tak diundang setiap tahunnya.
Longsor yang menjadi ancaman diberbagai daerah yang bergeografis pegunungan
pun, sebenarnya, tidak luput dari ulah tangan manusia. Penebangan hutan dengan
tidak memperhatikan reboisasai, adalah salah satu contoh perbuatan manusia itu.
Begitupun dengan kerusakan laut, pengeboran minyak,
tumpahnya minyak, rusaknya terumbu karang, rusaknya ekosistem, dan lain
sebagainya, itu disebabkan ulah tangan manusia. Bahkan, gunung maupun gempa
sekalipun, walau di ilmu geografi dikatakan disebabkan oleh alam, namun bila
didasarkan pada Q.S. Ar-Rum ayat 42, itu pun juga masuk ke wilayah perbuatan
manusia. Karena moral masyarakat yang mempersekutukan Allah. Dan bukankah
diterangkan bahwa orang-orang terdahulu diadzab oleh Allah disebabkan rusaknya
moralitas mereka? Seperti halnya Nabi Nuh, manakala ummatnya sudah tidak
menggubris ajakan untuk kembali kepada moralitas namun terus diabaikan hingga
kurun waktu yang mendeadline batas kesabaran Nabi Nuh. Maka tibalah adzab
banjir tersebut. Inilah sebab banjir. Dan barangkali sebab banjir sekarang ini,
banyak ummat manusia yang mirip perilakunya seperti ummatnya Nabi Nuh.
Dari ayat ini saja, sebenarnya sudah bisa menjawab
permasalahan, kenapa pembelajaran tidak selamanya menghasilkan perilaku baik?
Bukankah Nabi Nuh adalah seorang pembelajar. Namun kenapa ummatnya tidak
berperilaku baik? Apakah Nabi Nuhnya yang salah? Ataukah ajarannya yang salah?
Penulis yakin, bukannya Nabi Nuh atau ajarannya yang salah, namun manusianya
saja yang tidak memperhatikan dan mengamalkan ajaran luhur itu.
Karenanya, sangat menarik pada pembelajaran al-Quran
kelas XII, juga tentang kelestarian alam, bahwa manusia disuruh untuk
memperhatikan langit dan bumi.
“ Perhatikanlah
apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda-tanda kekuasaan
Allah dan Rasul-Rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak
beriman” (Q.S.
Yunus/11: 101). Kenapa ayat ini meminta ummat untuk memperhatikan? Kenapa tidak
melihat saja? Karena memperhatikan memiliki makna melihat secara mendalam
disertai dengan penelitian dan perenungan sehingga menghasilkan sebuah
kesadaran. Apabila kita tidak memperhatikan, kata ayat tersebut, niscaya
tanda-tanda kebesaran Allah alam semesta itu tidak memiliki arti apa-apa.
Padahal bila kita menengok pembelajaran geografi, betapa besar dan tidak
hingganya jumlah benda-benda angkas dilangit. Belum pula kita mempelajari bumi,
yang hanya satu-satunya planet, yang bisa dihuni oleh manusia. Bumi memiliki
keunikan bahkan keajabain tersendiri. Ia tidak jatuh disebabkan oleh gaya
gravitasi juga ada gerakan rotasi bumi dengan gerak sentrivulgar. Ia juga
memiliki perlindungan dari serangan-serangan benda-benda angkasa dengan selimut
atmosfer. Ia memiliki berbagai musim yang silih berganti. Dan lain sebagainya.
Bumi memiliki keseimbangan tersendiri. Karena keseimbangan inilah, bumi bisa
dibaca dengan keteraturannya. Karenanya, orang-orang desa dulu, dengan ilmu
titen, mampu menebak musim hujan atau kemarau akan jatuh pada hari apa.
Begitupun dengan cuaca, atau bahkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi
dikesudahan atau yang akan terjadi. Semua ditandai karena keteraturan alam
semesta ini.
Karenanya di dalam pembelajaran sebagus apapun, namun
apabila siswanya tikak, undzhur,
memperhatikan, maka pembelajaran itu tidak akan bernilai apa. Bahkan tidak akan
melahirkan kesadaran, apalagi perbuatan.
Jadi yang menjadi persoalan, bagaimanakah menjadikan siswa itu agar undzur, memperhatikan?
Padahal, ayat-ayat kelestarian alam itu begitu dahsyat
mengingatkan manusia. Di ayat lain, juga pada pembelajaran semester II dikelas
XII,
“Dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik. Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira
sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan): hingga apabila angin itu telah membawa
awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan
di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu ke perbagai macam
buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati,
mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya
tumbuh subur dengan seizin Allah dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya
hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)
bagi orang-orang yang bersyukur.
Betapa dahsyatnya ayat-ayat ini, untuk menyentil
kesadaran kita, menjaga alam ini. Betapa tepatnya ayat-ayat ini sebagai
kampanye penyadaran akan pentingnya bersahabat dengan alam. Namun kedahsyatan itu tidak
akan terasa dahsyat apabila disampaikan dengan asal-asalan. Tetapi perlu
dengan pilihan metode yang menggugah kesadaran.
Tentu guru juga perlu untuk memolesnya dengan
pengetahuan tentang alam
yang memadai, yang
menjelaskan fenomena-fenomena misalnya,
sebagaimana ayat, proses terjadinya hujan, proses terjadinya tumbuh kembang, struktur-struktur
tanah, dan lain sebagainya. Dan apabila guru menambah dengan mempertunjukkan
kejadian-kejadian nyata dengan video bencana sebagaimana kejadian banjir di
Jakarta, lonsor di Jombang, Gunung meletus di Sinabung, gempa di Kebumen dengan
disertai analisis kejadian-kejadiannya dan sebab yang ditimbulkannya. Tentu
kesadaran akan menjaga alam ini akan muncul.
Semoga. Sehingga ke depan akan lahir, generasi-generasi yang sadar akan
lingkungannya. Dan memang, penulis harus mengakui, tidak hanya kesadaran saja,
tetapi perlu keteladanan dari guru, orang tua maupun masyarakat.
Isno, S.Pd.I (Guru SMA N 3 Mojokerto. Jl. Pemuda No 33
Kota Mojokerto. Hp : 085648800578)