Jumat, Februari 28, 2014

Menanggulangi Free Sex dikalangan Remaja



Baru-baru ini penulis dikejutkan dengan beredarnya foto-foto syur yang dilakukan oleh seorang siswa dan siswi kelas X sekolah swasta yang juga masih tetangga dengan penulis. Dalam adegan foto itu betapa ringannya anak itu melakukan perbuatan yang dilarang agama tersebut. Mereka berdua tersenyum. Seakan-akan tiada beban dosa mereka berbuat demikian. Bahkan, manakala disidang oleh Kepala Desa, sang laki-laki hanya tersenyum-senyum tanpa merasa bersalah. Hanya kata “khilaf”. Dan sang perempuan, ketika ditanya, beralibi, “saya tidak sadar”.
Sungguh, peristiwa ini membuat hati penulis teriris, sama halnya manakala mendengar anak didik penulis mengalami hal demikian. Atau pelajar-pelajar lain yang juga pernah heboh menggemparkan dunia maya. Sebut misalnya, berita terbaru, beberapa siswi di Mojokerto, menggugurkan janinnya. Berita yang sempat menghebohkan tersebut, dimuat di internet dengan alamat http://www.suara-islam.com/read/index/9437/Astaghfirullah--Belasan-Pelajar-di-Mojokerto-Nekat-Aborsi. Sungguh keberanian yang sangat “luar biasa”.
Masih terngiang pula, berita beberapa bulan yang lalu, seorang pelajar SMP di Jakarta, melakukan adegan syur di ruang kelas. Dan sekali lagi, mereka melakukan tanpa rasa bersalah. Lalu dimanakah pendidikan moral hadir? Dimana nilai agama yang setiap minggu diberikan pada pelajaran agamanya? Dimana nilai budaya yang masyarakat merembeskan menjadi kebudayaan perilaku?
Perubahan Nilai
Tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan itu adalah hal yang pasti. Tidak ada yang stagnan di dunia ini sehingga semuanya terkena hokum perubahan, baik yang bergerak linier maupun sirkular. Perubahan tersebut memasuki hampir semua ruang kehidupan manusia di dalam segala sisinya, baik yang menyangkut persoalan politik, social, budaya, maupun ekonomi.
Perubahan di bidang agama dan budaya cenderung tidak linier, tetapi lebih cenderung bersifat sirkular. Ia dipengaruhi atas realitas-realitas yang mempengaruhi disekitarnya sehingga menimbulkan interpretasi-interpretasi yang berbeda. Termasuk dalam memandang sebuah nilai. Perubahan interpretasi atau cara pandang terhadap nilai dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah pengaruh media. Media memberi pelajaran yang berharga untuk mempengaruhi cara pandang dalam mempersepsi tentang sesuatu, termasuk dalam hal ini adalah cara memandang pergaulan laki-laki dan perempuan. Terlebih dengan mudahnya akses media internet, menjadikan semakin banyaknya nilai-nilai yang sulit terfilterkan.
Hal inilah yang menjadikan para remaja, semakin “negativ” dalam cara memandang pergaulan laki-laki dan perempuan. Mereka merasa bahwa pergaulan laki-laki dan perempuan itu bebas nilai. Sehingga kita bisa melihat video syur disana-sini yang dilakukan oleh para remaja, seakan menjadi hal yang lumrah dilakukan. Atas nama cinta.
Merubah cara pandang
Masalah cara pandang terhadap pergaulan bebas dapat diselesaikan dengan meluruskan cara pandang mereka terhadap sex atau naluri sex yang membangkitkan syahwat para remaja.
Kebutuhan naluri berbeda dengan kebutuhan jasmani.  Kebutuhan jasmani (makan, minum, istirahat, buang hajat) timbul dari faktor internal tubuh, dan jika tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian.  Kebutuhan naluri muncul akibat faktor eksternal, dan jika tidak dipenuhi hanya menyebabkan kegelisahan. Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri adalah fakta yang dapat diindera dan pikiran-pikiran yang sengaja dihadirkan untuk menggugah munculnya gejolak naluri. Dan inilah yang penulis sebutkan, media seringkali memicu menggugah gejolak naluri dengan berbagai info adegan-adegan syur yang dipertontonkan kepada khalayak yang dalam hal ini adalah para remaja sebagai objek, atau sebagai korbannya.
Konsep Islam tentang hubungan pria dan wanita dipusatkan pada tujuan penciptaan naluri ini, yaitu melestarikan keturunan manusia, bukan semata-mata bersifat seksual.  Interaksi pria dan wanita dipenuhi dengan pandangan kesucian, kemuliaan dan kehormatan diri, serta mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan manusia.
Karenanya meluruskan cara pandang pada hubungan laki-laki dan perempuan pada kalangan remaja, harus melibatkan Pendidikan, khususnya pendidikan Agama. Karena, salah satu fungsi pendidikan adalah mengubah cara pandang dari tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan agama memiliki fungsi dari ketidaktahuan akan nilai agama menjadi berkesadaran akan adanya nilai-nilai ke-Tuhanan.
Tugas Pendidikan Agama
Mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa inilah yang menjadi tugas berat pendidikan agama Islam di Sekolah umum. Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar menuntaskan materi, tetapi lebih jauh lagi, yakni terjadinya perubahan sikap pada peserta didik menjadi bertakwa. Karenanya tujuan diadakannya pendidikan agama di lembaga pendidikan umum adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan tugas inilah pendidikan agama seharusnya menjadi pioner dalam penerapan pendidikan karakter. Karena tanpa pendidikan agama, karakter anak tidak akan mampu terbentuk dengan baik. Karakter yang baik itu ditopang oleh sebuah nilai yang dianutnya. Apabila nilai yang dianutnya rusak, maka rusak pulalah perilakunya. Agama senantiasa menuntun ke arah perilaku yang baik. Karenanya inilah yang menjadi penting.
Dengan tujuan yang mulia itu, sepantasnya, sekolah menempatkan pendidikan agama itu menjadi perhatian yang lebih. Namun kenyataannya sebaliknya. Banyak sekolah yang, walaupun dengan visi misi mengutamakan agama, kenyataannya dalam kebijakan kurang dalam menyokong aplikasi nilai agama. Pelajaran yang masuk UNAS, masih merupakan hal yang paling diperhatikan di setiap sekolah. Artinya bahwa kecerdesan intelektual sajalah yang memiliki ruang khusus dan perhatian lebih dibanding dengan kecerdasan emosional dan spiritual dimana hal itu terdapat dalam pelajaran agama.
Walhasil, produk yang diperoleh, adalah siswa menjadi kurang peka dengan nilai-nilai spiritual. Mereka mudah melakukan dosa dan maksiat, tanpa takut dengan siksaaan-siksaan dunia dan akherat yang dikabarkan oleh agama.
Mengharap Keseriusan Semua Pihak
Mengingat tugas berat Pendidikan Agama tersebut, seharusnya semua pihak untuk serius menangani persoalan penerapan nilai agama. Ia tidak hanya cukup dengan seperangkat mengajar, atau bercuap-cuap berceramah di depan kelas, tetapi perlu memikirkan langkah strategis penerapan nilai agama dalam kebiasaan siswa setiap hari.
Ada dua hal yang bisa ditempuh, yakni melalui pembelajaran dan pengembangan karakter siswa diluar pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru agama perlu memaksimalkan pembelajaran agama. Metode dan strategi harus benar-benar diterapkan. Guru agama tidak hanya menggunakan kemampuan berceramah tetapi harus mampu memainkan berbagai metode dan strategi agar pendidikan agama Islam itu diminati oleh siswa. Dengan diminatinya oleh siswa, maka dengan mudah nilai-nilai agama itu akan diterima dan menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari mereka
Kedua, dengan pembiasaan-pembiasaan yang diatur oleh system dalam sebuah lembaga. Pembiasaan keagamaan tidak hanya ijtihad dari guru agama saja, tetapi harus ijtihad bersama-sama yang mengatasnamakan lembaga. Bila guru agama saja yang mengawal pembiasaan, maka dikhawatirkan, ia akan memiliki kedudukan yang lemah. Guru agama melarang, tetapi guru lainnya tidak. Sehingga siswa memiliki pilihan. Siswa cenderung kepada pilihan-pilihan yang tidak dilarang.
Pembiasaan ritual ini juga penting. Khususnya ritual ibadah. Semacam pembiasaan sholat dhuha berjamaah, atau sholat dzuhur berjamaah serta pembiasaan keagamaan lainnya. Guru lain, perlu juga terlibat, misalnya menjadi imam dalam sholat dzuhur berjamaah. Sehingga dengan demikian, semua pihak bersama-sama bertanggungjawab terhadap transfer nilai agama.
Guru-guru lainnya, juga perlu memberikan petuah-petuah luhur disela-sela pelajarannya. Agar siswa senantiasa mendengarkan kata-kata yang baik dan berusaha untuk mengikutinya. Sudah menjadi mafhum, bahwa kata-kata yang jamak dikalangan remaja, apabila ia bernuansa negative, dengan kata-kata vulgar dalam hubungan sex, maka ia akan menjadi pedoman dalam kehidupannya.
Maka, bagaimana pun, semua harus cancut tali wondo, bersama-sama dalam mendidikkan nilai-nilai luhur, baik agama maupun budaya yang telah lama menjadi pendidik dan penjaga moral ditengah masyarakat.

Isno, M.Pd.I
Guru SMA N 3 Kota Mojokerto
Jl. Pemuda No 33
Hp. 085648800578
No Rek 5501050698503 (BRI, atas nama Isno)


















































0 komentar:

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*