Jumat, Februari 28, 2014

Menakar ayat-ayat melestarikan alam



Pendidikan adalah salah satu cara dalam melakukan perubahan. Karena didalam pendidikan ada sebuah proses pembelajaran. Dan bukankah dalam proses pembelajaran itu ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu?
Karenanya terapi ketidak tahuan untuk tidak mengatakan sebagai kebodohan, adalah dengan proses belajar sebagai piranti pendidikan. Dengan belajar orang menjadi tahu. Dan orang yang tahu pada titik akhirnya akan muncul sebuah kesadaran. Dan apabila kesadaran telah muncul maka akan melahirkan perilaku-perilaku atau perbuatan-perbuatan. Jadi untuk melahirkan sebuah perbuatan atau perilaku, tidak mungkin bila tidak melakukan sebuah proses pembelajaran. Entah itu dengan proses pembelajaran yang paling sederhana sekalipun.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah mungkin orang yang telah melakukan proses pembelajaran tetapi melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk? Hal inilah yang membingungkan berbagai kalangan. Para koruptor misalnya, apakah ia tidak pernah diajar PKN, yang sarat dengan pesan-pesan moral untuk menjaga martabat diri dan bangsa? Apakah orang-orang yang membuang sampah sembarangan tidak pernah mendapatkan pembelajaran Geografi tentang kelestarian alam? Apakah orang-orang yang  menggunduli hutan, membakar hutan, merusak alam tidak pernah diterangkan tentang ayat-ayat kelestarian alam pada pelajaran agama Islam?
Hampir dipastikan bahwa mereka pernah mengikuti pembelajaran seperti itu di SMA. Karena memang kurikulum ada muatan pembelajaran seperti itu. Tetapi kenapa pembelajaran yang seharusnya menjadi pengaruh yang baik, tidak menjadi aksi nyata dalam bentuk perbuatan? Apakah salah guru dalam mengajarnya? Ataukah memang ada sesuatu yang salah dalam pendidikan kita.
Barangkali kita perlu menengok, muatan-muatan pembelajaran yang diajarkan di sekolah. Agar kita bisa melihat, apakah ada yang salah dalam muatan pembelajaran sehingga tidak menghasilkan perbuatan yang baik ditengah masyarakat. 
Adalah menarik materi pembelajaran dikelas XI semester kedua pada pembelajaran PAI. Pada sub bab tentang al-Quran, ayat-ayat yang diajarkan adalah tentang kelestarian alam. Misalnya,
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.  Katakanlah , “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah (Q.S Ar-Rum/30: 41-41). Ayat ini membincangkan tentang kesadaran, bahwa kerusakan alam semesta ini, disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia. Kerusakan di darat yang berupa banjir, misalnya, itu disebabkan karena tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung dengan membuang sampah sembarangan, penebangan hutan, pembangunan vila dipegunungan, tata kelola kota yang kurang memperhatikan daerah serapan, penggalian tanah dan gunung, penggalian pasir, pengeboran sumur untuk perusahaan minum-minuman besar dan lain sebagainya. Turut menjadi sebab banjir yang terus menerus menjadi tamu yang tak diundang setiap tahunnya. Longsor yang menjadi ancaman diberbagai daerah yang bergeografis pegunungan pun, sebenarnya, tidak luput dari ulah tangan manusia. Penebangan hutan dengan tidak memperhatikan reboisasai, adalah salah satu contoh perbuatan manusia itu.
Begitupun dengan kerusakan laut, pengeboran minyak, tumpahnya minyak, rusaknya terumbu karang, rusaknya ekosistem, dan lain sebagainya, itu disebabkan ulah tangan manusia. Bahkan, gunung maupun gempa sekalipun, walau di ilmu geografi dikatakan disebabkan oleh alam, namun bila didasarkan pada Q.S. Ar-Rum ayat 42, itu pun juga masuk ke wilayah perbuatan manusia. Karena moral masyarakat yang mempersekutukan Allah. Dan bukankah diterangkan bahwa orang-orang terdahulu diadzab oleh Allah disebabkan rusaknya moralitas mereka? Seperti halnya Nabi Nuh, manakala ummatnya sudah tidak menggubris ajakan untuk kembali kepada moralitas namun terus diabaikan hingga kurun waktu yang mendeadline batas kesabaran Nabi Nuh. Maka tibalah adzab banjir tersebut. Inilah sebab banjir. Dan barangkali sebab banjir sekarang ini, banyak ummat manusia yang mirip perilakunya seperti ummatnya Nabi Nuh.
Dari ayat ini saja, sebenarnya sudah bisa menjawab permasalahan, kenapa pembelajaran tidak selamanya menghasilkan perilaku baik? Bukankah Nabi Nuh adalah seorang pembelajar. Namun kenapa ummatnya tidak berperilaku baik? Apakah Nabi Nuhnya yang salah? Ataukah ajarannya yang salah? Penulis yakin, bukannya Nabi Nuh atau ajarannya yang salah, namun manusianya saja yang tidak memperhatikan dan mengamalkan ajaran luhur itu.
Karenanya, sangat menarik pada pembelajaran al-Quran kelas XII, juga tentang kelestarian alam, bahwa manusia disuruh untuk memperhatikan langit dan bumi.
“ Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda-tanda kekuasaan Allah dan Rasul-Rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman” (Q.S. Yunus/11: 101). Kenapa ayat ini meminta ummat untuk memperhatikan? Kenapa tidak melihat saja? Karena memperhatikan memiliki makna melihat secara mendalam disertai dengan penelitian dan perenungan sehingga menghasilkan sebuah kesadaran. Apabila kita tidak memperhatikan, kata ayat tersebut, niscaya tanda-tanda kebesaran Allah alam semesta itu tidak memiliki arti apa-apa. Padahal bila kita menengok pembelajaran geografi, betapa besar dan tidak hingganya jumlah benda-benda angkas dilangit. Belum pula kita mempelajari bumi, yang hanya satu-satunya planet, yang bisa dihuni oleh manusia. Bumi memiliki keunikan bahkan keajabain tersendiri. Ia tidak jatuh disebabkan oleh gaya gravitasi juga ada gerakan rotasi bumi dengan gerak sentrivulgar. Ia juga memiliki perlindungan dari serangan-serangan benda-benda angkasa dengan selimut atmosfer. Ia memiliki berbagai musim yang silih berganti. Dan lain sebagainya. Bumi memiliki keseimbangan tersendiri. Karena keseimbangan inilah, bumi bisa dibaca dengan keteraturannya. Karenanya, orang-orang desa dulu, dengan ilmu titen, mampu menebak musim hujan atau kemarau akan jatuh pada hari apa. Begitupun dengan cuaca, atau bahkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dikesudahan atau yang akan terjadi. Semua ditandai karena keteraturan alam semesta ini.
Karenanya di dalam pembelajaran sebagus apapun, namun apabila siswanya tikak, undzhur, memperhatikan, maka pembelajaran itu tidak akan bernilai apa. Bahkan tidak akan melahirkan kesadaran, apalagi perbuatan.  Jadi yang menjadi persoalan, bagaimanakah menjadikan siswa itu agar undzur, memperhatikan?
Padahal, ayat-ayat kelestarian alam itu begitu dahsyat mengingatkan manusia. Di ayat lain, juga pada pembelajaran semester II dikelas XII,
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan): hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu ke perbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Betapa dahsyatnya ayat-ayat ini, untuk menyentil kesadaran kita, menjaga alam ini. Betapa tepatnya ayat-ayat ini sebagai kampanye penyadaran akan pentingnya bersahabat dengan alam. Namun kedahsyatan itu tidak akan terasa dahsyat apabila disampaikan dengan asal-asalan. Tetapi perlu dengan pilihan metode yang menggugah kesadaran.
Tentu guru juga perlu untuk memolesnya dengan pengetahuan tentang alam yang memadai, yang menjelaskan fenomena-fenomena  misalnya, sebagaimana ayat, proses terjadinya hujan, proses terjadinya tumbuh kembang, struktur-struktur tanah, dan lain sebagainya. Dan apabila guru menambah dengan mempertunjukkan kejadian-kejadian nyata dengan video bencana sebagaimana kejadian banjir di Jakarta, lonsor di Jombang, Gunung meletus di Sinabung, gempa di Kebumen dengan disertai analisis kejadian-kejadiannya dan sebab yang ditimbulkannya. Tentu kesadaran akan menjaga alam ini akan muncul.  Semoga. Sehingga ke depan akan lahir, generasi-generasi yang sadar akan lingkungannya. Dan memang, penulis harus mengakui, tidak hanya kesadaran saja, tetapi perlu keteladanan dari guru, orang tua maupun masyarakat.


Isno, S.Pd.I (Guru SMA N 3 Mojokerto. Jl. Pemuda No 33 Kota Mojokerto. Hp : 085648800578)


0 komentar:

Kethuk Hati © 2008 Por *Templates para Você*