Keinginanku untuk mengunjungi Pondok PETA Tulungagung benar-benar dikabulkan oleh Alloh. Bersama dengan tiga sahabat yang memiliki visi yang sama, aku berkunjung ke pondok terkenal itu. Setelah melewati jalan panjang dari Mojokerto-Jombang-Kediri-Nganjuk-Madiun barulah kami sampai di alun-alun Tulungagung. Kami berhenti disekitar Masjid Agung. Kemudian kami menelusuri jalan raya hingga sampai disebuah rumah, kami belok. Saya mengira itu hanya sebuah rumah, ternyata itu adalah pondok pesantren PETA. Menariknya pondok itu tidak ada papan nama, dan tidak akan mengira bahwa itu adalah pondok. Sungguh bangunan yang penuh ketawadhuan, tidak ingin dikenal. Sampai di pondok, kami langsung berziarah ke Syekh Mustakim dan Syekh Jalil. Suasananya sangat kontemplatif. Aku khusu’ menghaturkan doa kepada Sang Mursid itu. Sehabis ziarah, kami langsung melaksanakan sholat ashar bersama dengan jamaah lainnya. Menariknya mushola itu di desain gelap tetapi dingin penuh kekusuan. Aku sholat agak merinding. Sehabis sholat diikuiti dengan dzikir together. Menarik, karena dalam dzikir itu seakan dinding-dinding kesombonganku dihancurkan dengan suara keras lafadz “LAILAHAILALLAH”. Aku berkidik. Setelah selesai sholat ashar, kami menemui salah satu pengurus pondok PETA. Kami diberi penjelasan panjang lebar tentang pondok PETA. Mulai dari anggotanya yang menyebar luas ke seluruh Indonesia sampai dengan beberapa etika-etika bisa wusul kepada Alloh. Hatiku berdegup-degup penuh kekaguman. Kekagumanku bertamba-tambah setelah kami digiring ke dapur untuk makan. Selidik punya selidik sehabis makan ternyata seluruh santri baik yang mukim maupun yang musafir diberi makan semua oleh kyainya. Siapapun yang datang kesitu dijamin diberi makan dan tidak akan kelaparan. Bahkan kata salah satu santri, jika acara haul, seluruh tamu undangan yang mencapai ribuan dari seluruh Indonesia, semuanya diberi makan oleh kyainya. Luar biasa. Aku menjadi terkagum-kagum dengan etika yang diperankan oleh pondok PETA. Mereka memberi. Mereka melayani. Bukannya ingin diberi dan dilayani. Andai seluruh kyai seperti itu? andai seluruh pondok seperti itu? andai seluruh pemimpin seperti itu? andai seluruh guru seperti itu? melayani bukan dilayani.
Kyai melayani umatnya bukan minta amplop kepada umatnya. Pemimpin itu harusnya melayani rakyatnya bukannya menindas rakyatnya. DPR itu dirubah saja menjadi Dewan Pelayan Rakyat, MPR itu diganti Majelis Pelayan Rakyat. Guru itu melayani muridnya bukan hanya menggurui saja. Sehingga akan terjadi pola pikir terbalik, sesombong-sombongnya DPR, MPR, Presiden, Kyai, PNS tetap mereka itu pelayan. Pelayan rakyat.
Rabu, Juni 10, 2009
Pelayan Umat
Diposting oleh Goze IsnoLabel: Curhat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar